NERACA
Jakarta – Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menyampaikan bahwa kredit kendaraan, kredit multiguna, dan KPR merupakan sektor kredit perbankan yang paling terdampak oleh kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Pemerintah menetapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen hanya berlaku terhadap barang yang tergolong mewah, yakni kendaraan bermotor dan barang selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), seperti hunian mewah.
“Kendaraan ini selain terdampak PPN juga ada dampak pajak kendaraan bermotor (PKB) yang bertambah dengan adanya opsen (pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu) PKB,” kata Arianto Muditomo, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.
Di antara ketiga sektor kredit perbankan tersebut, ia pun menuturkan bahwa KPR menjadi sektor yang paling sedikit terdampak oleh kenaikan PPN karena tenornya yang panjang hingga 20 tahun. Walaupun berpotensi memperlambat penyaluran kredit, ia menyatakan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen tersebut tidak akan terlalu berdampak terhadap pembiayaan eksisting maupun tingkat kredit macet (Non-Performing Loan/NPL).
Selain memengaruhi penyaluran kredit, Arianto mengatakan bahwa kenaikan PPN juga dapat menurunkan pengumpulan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari masyarakat. Ia menyatakan bahwa hal tersebut bukan karena kenaikan PPN membuat minat masyarakat untuk menabung semakin berkurang, tapi karena porsi penghasilan yang dapat disisihkan untuk ditabung menjadi semakin menipis.
“Karena DPK keluar akan lebih banyak dibandingkan DPK masuk, karena nasabah kita (sektor perbankan di Indonesia) sebagian besar adalah perorangan, bukan pengusaha,” imbuhnya. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131 Tahun 2024 tentang pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai berlaku per 1 Januari 2025.
Pasal 2 Ayat 2 dan 3 aturan tersebut menetapkan tarif PPN 12 persen dikenakan terhadap barang yang tergolong mewah, berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Sementara untuk barang dan jasa di luar kelompok tersebut, PPN yang dikenakan adalah tarif efektif 11 persen, yang diperoleh melalui mekanisme dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain. Nilai lain yang dimaksud yaitu 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. Nilai lain kemudian dikalikan dengan tarif PPN 12 persen.
Kenaikan PPN 12 persen ini juga berdampak pada kendaraan-kendaraan yang dijual di pasar otomotif Indonesia. Meski begitu, terdapat beberapa spesifikasi khusus yang terdampak kenaikan PPN 12 persen tersebut. Hal tersebut sudah termaktub di dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Dalam Permen tersebut jika melihat pasal 2 ayat 1, terdapat beberapa spesifikasi yang mendetail untuk kendaraan-kendaraan yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000 (tiga ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif yang berbeda-beda. Tarif tersebut tersedia mulai dari 15 persen, 20 persen, 25 persen, hingga 40 persen. Hal tersebut tergantung jenis dan juga spesifikasinya.
Sementara pada ayat 2 juga dijelaskan dengan adanya tarif yang berbeda-beda, seperti 40 persen, 50 persen, 60 persen dan juga 70 persen. Hal ini juga sesuai dengan jenis dan spesifikasinya mulai dari 3.000 cc sampai dengan 4.000 cc. Tidak hanya roda empat, kendaraan berjenis motor juga dikenakan tarif pajak yang berbeda-beda sesuai dengan yang termaktub di pasal 22 dan juga 23.
Pasal 22 berbunyi, kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) cc sampai dengan 500 (lima ratus) cc; atau kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, atau kendaraan sejenis, yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 60 persen.
Selanjutnya, pada pasal 23 juga dijelaskan kendaraan-kendaraan yang terkena pajak seperti kendaraan bermotor dengan kapasitas isi silinder lebih dari 4.000 (empat ribu) cc; kendaraan bermotor beroda 2 (dua) atau 3 (tiga) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 (lima ratus) cc; atau trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah, yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 95 persen.
NERACA Jakarta – Tokocrypto mencatatkan transaksi perdagangan kripto sepanjang 2024 mencapai lebih dari 8 miliar dolar Amerika Serikat (AS)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Kementerian UMKM), tengah merampungkan kerangka penilaian…
NERACA Jakarta – Penyedia Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau peer-to-peer lending (P2P Lending) bagi usaha…
NERACA Jakarta – Tokocrypto mencatatkan transaksi perdagangan kripto sepanjang 2024 mencapai lebih dari 8 miliar dolar Amerika Serikat (AS)…
NERACA Jakarta - Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Kementerian UMKM), tengah merampungkan kerangka penilaian…
NERACA Jakarta – Penyedia Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau peer-to-peer lending (P2P Lending) bagi usaha…