Wakaf & Pembiayaan "Back to Back"

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Lembaga atau badan wakaf yang ada di Tanah Air jumlahnya sangat banyak, baik berbasis ormas, pemerintah, swasta dan lain – lain. Namun—dari jumlah lembaga wakaf itu dirasa  belum optimal dalam memanfaatkan wakaf uang sebagai instrument keuangan yang memiliki berbagai manfaat bagi pembiayaan pembangunan dan para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Toh, andaikan ada kemajuan di lembaga wakaf lebih pada aktifitas yang konservatif seperti pengembangan wakaf benda tak bergerak. Maka perlu inovasi baru. 

Ketika lembaga wakaf bersinergi dengan lembaga keuangan syariah (bank syariah)—keberadaan dari wakaf uang atau tunai  yang dananya  tersimpan di bank syariah dalam bentuk deposito bisa dijadikan pembiayaan back to back untuk para nasabah yang selama ini  membutuhkan pembiayaan dengan margin bagi hasil yang istimewa alias lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan komersial. Dengan demikian permasalahan rate atau margin bagi hasil yang besar yang selama ini dikeluhkan oleh para nasabah bank syariah bisa diminimalisir. Dengan catatan ada sinergisitas antara lembaga wakaf dengan bank syariah secara baik.

Contohnya, adalah ada sebuah sekolah SMA memerlukan dana Rp 2 miliar untuk membangun 2 lantai gedung bertingkat. Tapi sekolah tersebut jika dikenakan angsuran pokok dan bagi hasil komersial dirasa sangat memberatkan. Namun dikarenakan, sekolah SMA itu memiliki hubungan baik  dengan lembaga wakaf dan lembaga  itu  memiliki kemiteraan dengan bank syariah berupa penempatan deposito wakaf tunai sebesar Rp 10 miliar, dana itu bisa digunakan pembiayaan back to back antara bank syariah dan SMA. Dengan catatan sebelum terjadi pembiayaan, sekolah SMA itu harus melewati assesmen lembaga wakaf dahulu secara 5 C yang normatif.  Melalui mekanisme itu, sekolah SMA jika di assesmen bisa lolos maka  bisa memperoleh pembiayaan dari bank syariah dengan angsuran pokok dan margin bagi hasil 1 % dalam setahun.

Sementara dana deposito lembaga wakaf yang ditempatkan di bank syariah sebesar Rp 10 miliar tidak berkurang sama sekali dan tetap memperoleh imbalan bagi hasil dari bank syariah. Dengan demikian keberadaan dari  lembaga atau badan wakaf dengan memanfaatkan instrumen wakaf uang bisa didayagunakan untuk kepentingan – kepentingan publik seperti pendidikan dan lan–lain.

Bahkan skema pembiayaan back to back itu bisa juga digunakan untuk pembiayaan kepada para pelaku UMKM yang selama ini dalam menggerakkan sektor riil.  Para pelaku UMKM selama ini di mata lembaga keuangan manapun kurang mendapatkan keadilan dimana ketika mereka mengakses lembaga keuangan selalu memperoleh margin bagi hasil yang tinggi. Hal ini dikarenakan UMKM dinilai oleh lembaga keuangan kurang bankable dan visible. Namun dengan skema back to back yang tertulis di atas semua hambatan itu bisa diselesaikan. 

Tinggal bagaimana visi para pengelola dalam mengelola lembaga wakaf itu, mampukah menerjemahkan wakaf uang itu dalam berbagai aspek kehidupan dengan pendekatan ilmu pengetahuan dengan baik? Sehingga muncul inovasi–inovasi keuangan  dalam menggerakkan sektor riil di masyarakat.

Pengetahuan tentang skema pembiayaan back to back berasal dari akad Mudharabah Muqayyadah, yaitu akad komersial kerjasama usaha antara Shahibul Mal (Penanam Modal) dengan Mudharib (Pengusaha) pada usaha yang ditunjuk, dengan nisbah dan jangka waktu yang ditentukan. Pengusaha hanya menjalankan dan menggunakan modal yang diberikan oleh Shahibul Mal untuk usaha yang disepakati bersama.

Di dalam mekanisme bank syariah akad ini dipresentasikan berupa layanan yang diberikan kepada nasabah dimana nasabah pemilik dana memberikan kuasa (wakalah) kepada bank untuk dicarikan pelaku usaha yang akan memanfaatkan dananya agar mendapatkan potensi bagi hasil yang optimal. Bank mencatat layanan tersebut dalam Off Balance Sheet, dalam hal ini bank bertindak sebagai agen yang mempertemukan pemilik dana dan pelaku usaha baik untuk perorangan, badan usaha maupun badan hukum.

BERITA TERKAIT

Otda vs Perantauan

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Rilis terbaru menegaskan bahwa jumlah kemiskinan di…

Stigma Buruk Meningkatnya Utang

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Belakangan ini, berbagai ruang publik, baik media sosial maupun bermacam forum diskusi,…

April 2025, Neraca Perdagangan Surplus

Oleh: Budi Santoso Menteri Perdagangan   Neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 mencatatkan surplus sebesar USD0,16 miliar.  Surplus April 2025…

BERITA LAINNYA DI

Wakaf & Pembiayaan "Back to Back"

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Lembaga atau badan wakaf yang ada di Tanah Air jumlahnya sangat banyak, baik berbasis…

Otda vs Perantauan

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Rilis terbaru menegaskan bahwa jumlah kemiskinan di…

Stigma Buruk Meningkatnya Utang

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal   Belakangan ini, berbagai ruang publik, baik media sosial maupun bermacam forum diskusi,…