NERACA
Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memfasilitasi hilirisasi riset dan inovasi guna mewujudkan kemandirian dan keamanan pangan melalui sejumlah program dan kegiatan, karena produk inovasi pangan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk dapat lebih dikenal.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (11/11), Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan pengembangan produk inovasi pangan penting mendukung tercapainya tujuan besar dari pengawasan pangan.
“Terdapat dua sisi tujuan dari pengawasan pangan, yaitu untuk perlindungan kesehatan konsumen dan keadilan perdagangan,” ujar Taruna.
Kepala BPOM menjelaskan, salah satu upaya yang dilakukan untuk eradikasi penggunaan bahan berbahaya adalah melalui program fasilitasi pengembangan produk inovasi. Hingga akhir 2024, katanya, BPOM telah mendampingi pengembangan dan standardisasi terhadap 23 produk inovasi. Adapun dari produk-produk tersebut, katanya, 14 produk berupa bahan tambahan pangan pengawet dan pewarna alami, serta sembilan produk sebagai bahan baku pangan baru.
Menurut dia, dari segi regulasi, produk inovasi sering tidak dapat diserap oleh dunia industri karena belum tersedia acuan atau standar mutu dan keamanan produk tersebut. Untuk itu, BPOM berperan dalam mendukung hilirisasi dan komersialisasi produk-produk inovasi pangan melalui berbagai program dan kegiatan.
"Program dan kegiatan yang dilakukan BPOM di antaranya berupa fasilitasi penyusunan standar/regulasi produk inovasi, pendampingan pemberian izin penerapan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB), program Orang Tua Angkat (OTA) untuk menjembatani antara usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan industri, dan program jemput bola pemberian nomor izin edar (NIE) produk inovasi," dia menuturkan.
Dia menilai, produk inovasi pangan diharapkan dapat menurunkan penggunaan bahan berbahaya pada pangan.
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Elin Herlina menjelaskan bahwa BPOM tertantang untuk mewujudkan kebutuhan pelaku usaha akan bahan pangan yang lebih aman dan kebutuhan masyarakat akan pangan yang aman.
“Zat pengawet seperti formalin, boraks menjadi momok di masyarakat dan kita rasakan rekan-rekan di UPT susah dalam membasmi penggunaan zat tersebut,” kata Elin.
Dia pun kemudian mendorong agar para peneliti, akademisi, dan pelaku usaha mampu mengembangkan inovasi bahan pengawet, pewarna, dengan harapan dapat menurunkan penggunaan zat berbahaya.
Menurut dia, UPT BPOM di daerah turut memegang peran strategis dalam pengembangan produk inovasi pangan. Oleh karena itu, UPT BPOM harus dapat membangun kerja sama dengan akademisi dan dapat menggali potensi daerahnya untuk diteliti dan menjembatani komunikasi peneliti dengan BPOM Pusat.
“Saya berharap UPT dapat mengidentifikasi bahan pangan di wilayahnya yang berpotensi diangkat menjadi inovasi bahan pangan, bahan baku, atau bahan tambahan pangan,” tambah Elin Herlina.
Pihaknya pun memberikan surat persetujuan terhadap beberapa produk inovasi, antara lain inovasi ekstrak campuran daun suji dan pandan oleh Hanny Wijaya, buah parijoto oleh Mohammad Riza Radyanto, dan mangrove apple oleh Kholis Abdurachim Audah. Ant
NERACA Jakarta - Ombudsman RI meminta pemerintah segera mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sebagai…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyelaraskan praktik regulasi produk obat terapi lanjutan (ATMP) dengan standar internasional…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) memastikan agar pelayanan informasi kepada masyarakat berjalan optimal. Dalam kegiatan presentasi uji publik keterbukaan…
NERACA Jakarta - Ombudsman RI meminta pemerintah segera mempercepat upaya penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) sebagai…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyelaraskan praktik regulasi produk obat terapi lanjutan (ATMP) dengan standar internasional…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) memastikan agar pelayanan informasi kepada masyarakat berjalan optimal. Dalam kegiatan presentasi uji publik keterbukaan…