Oleh: Indra Budi Sucahyo, Analis Kebijakan BKF, Kemenkeu
Dalam menghadapi kerugian akibat bencana, setiap negara harus memiliki strategi. Tahun 2018, Indonesia meluncurkan strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) di dalam forum internasional Pertemuan Tahunan IMF World Bank yang diselenggarakan di Bali. Strategi PARB membawa perubahan terhadap kerangka pembiayaan risiko bencana oleh Pemerintah dengan mengedepankan kesiapsiagaan. Pemerintah merubah pola belanja yang selama ini bersifat reaktif menjadi antisipatif, lebih terencana dan responsif dengan menciptakan solusi pembiayaan bencana.
Selama ini Pemerintah mengutamakan kebijakan pendanaan bencana melalui alokasi Dana Cadangan Bencana, Dana Siap Pakai dan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi serta realokasi anggaran ketika terjadi bencana. Dengan adanya strategi PARB ini, Pemerintah mengidentifikasi langkah retensi atau menahan kebutuhan pendanaan bencana dan transfer risiko berdasarkan jenis pembiayaan berdasarkan frekuensi terjadinya bencana dan dampak yang ditimbulkan.
Strategi PARB saat ini memiliki instrumen Pooling Fund Bencana (PFB) dimana model bisnis utamanya adalah mengumpulkan, mengembangkan dan menyalurkan dana. PFB ini nantinya juga berperan sebagai komplementer APBN untuk pembiayaan kegiatan seluruh fase bencana, baik pra-bencana, darurat bencana dan pasca bencana, termasuk skema transfer risiko.
Sebagai gambaran, intrumen transfer risiko paling umum di masyarakat saat ini adalah melalui asuransi seperti asuransi properti, kendaraan, jiwa maupun kesehatan dimana masyarakat membeli pertanggungan atas risiko buruk pada objek asuransi. Pada dasarnya, Pemerintah sendiri telah melakukan asuransi pada Barang Milik Negara (BMN) pada tahun 2019, satu tahun setelah peluncuran strategi PARB. Klaim yang dapat dirasakan dari pengasuransian BMN ketika bencana terjadi sejak tahun 2020 hingga tahun 2022 mencapai Rp 83,99 miliar termasuk akibat dari bencana seperti banjir di Jakarta dan Kupang, gempa di Mamuju dan banjir yang disertai longsor di Sorong.
Pendanaan Penanggulangan Bencana
Penerapan strategi PARB dalam konteks nasional dapat diadopsi implementasinya oleh berbagai pihak baik dari Pemerintah Daerah (Pemda), Swasta maupun Kementerian Lembaga atau Lembaga Negara lainnya. Dalam lingkup di daerah, setiap Pemda juga dapat memiliki strategi PARB dan menjadi pedoman bagi daerah dalam menentukan instrumen pembiayaan bencana mengingat seluruh wilayah di Indonesia terpapar risiko bencana. Dalam Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 514 kabupaten/kota di Indonesia berada pada tingkat sedang dan tinggi dimana terdapat 168 kabupaten/kota yang berada pada kelas indeks risiko tinggi dan 346 yang berada pada kelas indeks risiko sedang. Kondisi ini mencerminkan bahwa tidak ada satupun kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki risiko rendah terhadap risiko bencana.
Pada dasarnya, Pemda memiliki rencana pendanaan terhadap penanggulangan bencana yang tercantum di Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Namun demikian, sebagian besar Pemda masih bergantung pada APBD sebagai instrumen utama dan kemudian APBN dalam penanganan bencana. Instrumen transfer risiko, seperti asuransi, masih belum menjadi prioritas bagi sebagian daerah. Kondisi ini sebenarnya sejalan dengan literasi dan kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi. Penetrasi asuransi Indonesia pada tahun 2023 juga cukup rendah yaitu sebesar 2,59%, bahkan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 3,11%. Rendahnya angka penetrasi asuransi secara tidak langsung menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang manfaat asuransi dalam melindungi diri dari risiko yang tidak terduga.
Optimalisasi Adaptasi Strategi
Kebijakan pendanaan penanggulangan bencana di daerah harus menjadi prioritas bagi Pemda. Adaptasi strategi PARB dapat menjadi opsi untuk memperkuat posisi belanja terkait bencana sebagai prioritas di dalam politik anggaran di daerah. Selain itu, PARB dapat menjadi pedoman dalam strategi penyusunan APBD bagi Pemda. Dalam meretensi risiko bencana, Pemda dapat mengadaptasi kebijakan Dana Cadangan Bencana dalam APBN di dalam APBD dengan mengalokasikan cadangan dana dalam anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk fase tanggap darurat, meskipun tujuan dari BTT tidak khusus untuk penanganan bencana.
Namun demikian, sejumlah Pemda di Indonesia memiliki alokasi anggaran BTT yang masih terbatas. Berdasarkan data APBD Provinsi tahun 2023, terdapat 23 Pemda yang mengalokasikan BTT di bawah 1% dengan rata-rata 0,5% terhadap total belanja APBD. Pemda perlu memperkuat ruang fiskal APBD sebagai buffer APBD dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana terutama bagi daerah dengan risiko tinggi.
Selain memperkuat kemampuan meretensi risiko, Pemda dapat mengurangi risiko bencana dengan mengalihkan risiko tersebut melalui skema asuransi. Seperti halnya BMN, Pemda dapat melakukan asuransi terhadap Barang Milik Daerah (BMD) sesuai dengan kerangka RPB di beberapa daerah. Salah satu contoh Pemda yang merasakan manfaat dari perlindungan asuransi adalah Pemda Provinsi Sulawesi Tengah yang menerima total klaim sebesar Rp 14,0 miliar atas kantor gubernur setelah terjadinya bencana gempa bumi, tsunami dan likuefaksi tahun 2018. Pembayaran klaim tersebut membantu Pemda dalam membangun kembali bangunan yang terdampak setelah terjadi bencana. Belajar dari pengalaman tersebut, Pemda lain dapat mengikuti jejak Provinsi Sulawesi Tengah untuk melakukan transfer risiko atas aset Pemda, terlebih lagi, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), BMD gedung bangunan pada tahun 2019 di seluruh Indonesia mencapai lebih dari Rp700 triliun.
Tingginya nilai aset tersebut memberikan risiko besar juga atas kemungkinan kerusakan apabila terjadi bencana besar, sehingga perlindungan perlu dilakukan untuk mengurangi beban keuangan fiskal daerah dalam proses pembangunan kembali. Strategi PARB yang komprehensif dalam mengidentifikasi instrumen kebijakan pembiayaan bencana di daerah merupakan bentuk kesiapsiagaan dan antisipasi Pemda menghadapi bencana. Dengan strategi PARB di masing-masing daerah, APBD juga diharapkan mampu memiliki ketangguhan dan kemandirian fiskal sehingga masyarakat dan ekonomi daerah menjadi terlindungi, siap dan tangguh menghadapi bencana.
Oleh : Putri Dewi Nathania, Pengamat Sosial Budaya Dalam upayanya untuk memperkuat posisi Indonesia di mata dunia sekaligus mempercepat…
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Analis Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta BPJS Kesehatan, badan publik yang bertanggung jawab…
Oleh : Rivka Mayangsari, Pemerhati UMKM Indonesia saat ini berada pada momentum penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi…
Oleh : Putri Dewi Nathania, Pengamat Sosial Budaya Dalam upayanya untuk memperkuat posisi Indonesia di mata dunia sekaligus mempercepat…
Oleh: Achmad Nur Hidayat, Analis Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta BPJS Kesehatan, badan publik yang bertanggung jawab…
Oleh : Rivka Mayangsari, Pemerhati UMKM Indonesia saat ini berada pada momentum penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ekonomi…