NERACA
Jakarta - Pemerintah dinilai masih memiliki pekerjaan untuk membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, salah satunya lewat sosial media. Pasalnya, banyak isu miring yang beredar di ranah digital yang belum sepenuhnya bisa dibendung oleh pemerintah. Seperti contoh soal vaksinasi TBC. Informasi dari pemerintah kerap tenggelam dengan narasi negatif di sosmed.
Isu TBC merupakan satu dari sekian isu yang dijadikan bahan narasi negatif di sosmed. Maka dari itu, Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Dr. M. Saifullah, menyampaikan pentingnya strategi komunikasi politik yang cermat dan terencana dalam komunikasi publik. Strategi yang baik dapat menjangkau audiens lebih luas secara organik dan membentuk persepsi yang positif di tengah masyarakat.
Saifullah menjelaskan, dalam era politik digital yang sarat informasi dan opini, strategi komunikasi memainkan peran sentral dalam membangun dan menjaga citra politik. Hal ini tercermin dari transformasi citra Presiden Prabowo Subianto saat kampanye. Strategi tersebut dinilai berhasil mendekati pemilih muda melalui pendekatan komunikasi yang lebih segar, santai, dan emosional.
“Citra Prabowo yang kini dikenal ramah, bersahabat, bahkan digemari anak muda, bukan terjadi secara tiba-tiba. Itu hasil dari komunikasi yang strategis dan disesuaikan dengan kebutuhan audiens hari ini,” ujar Dr. M. Saifullah dalam Diskusi Publik bertema “Komunikasi Merah Putih” yang digelar dalam rangka Dies Natalis ke-64 Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), di Jakarta, Minggu (11/5).
Menurutnya, keberhasilan tersebut tidak hanya soal mengubah gaya berpakaian atau cara berbicara, tetapi lebih dalam: bagaimana pesan politik dikemas dan disampaikan secara tepat. Dalam kasus Prabowo, pendekatan komunikasi dilakukan dengan memahami karakteristik generasi muda, termasuk sensitivitas mereka terhadap cerita personal dan visual yang kuat.
Salah satu narasi yang berhasil menyentuh aspek emosional publik adalah citra Prabowo sebagai sosok setia, yang tidak menikah lagi setelah berpisah dengan sang istri. Narasi ini, menurut Saifullah, memberi dimensi kemanusiaan yang kuat dalam komunikasi politik.
“Komunikasi politik tidak melulu soal retorika. Kini, emosi dan kehangatan justru menjadi nilai tambah. Masyarakat ingin melihat sisi personal seorang pemimpin, dan di situlah strategi komunikasi memainkan peran penting,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti perubahan pendekatan dalam penggunaan media sosial. Jika sebelumnya kampanye politik mengandalkan akun-akun besar dan buzzer, kini strategi beralih ke akun kecil yang tampil natural, tapi dikelola secara profesional. Pendekatan ini dinilai lebih efektif dalam membangun kepercayaan dan kedekatan dengan audiens.
“Tim komunikasi sekarang lebih memilih bekerja di balik layar. Mereka mengelola konten dan narasi melalui kanal-kanal yang tampak organik, sehingga penerimaan publik menjadi lebih natural,” ujarnya.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa strategi komunikasi politik harus adaptif terhadap perkembangan teknologi dan perilaku audiens. Komunikasi yang bersifat satu arah sudah tidak relevan. Yang dibutuhkan adalah interaksi, keterlibatan, dan kepekaan terhadap dinamika sosial.
Transformasi citra Prabowo menjadi contoh konkret bagaimana komunikasi politik yang terencana dan emosional dapat menciptakan keterhubungan antara tokoh politik dan masyarakat. Dalam konteks demokrasi, hal ini menjadi elemen penting dalam membangun legitimasi dan kepercayaan publik.
“Komunikasi politik hari ini bukan soal siapa yang paling vokal, tapi siapa yang paling bisa diterima. Itulah mengapa strategi yang baik sangat menentukan arah dan keberhasilan sebuah kampanye,” tutup Saifullah.
Soal vaksin TBC, Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menilai pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam mengelola komunikasi publik. Ia menyoroti kasus vaksinasi TBC, yang informasi resmi dari pemerintah kerap tenggelam oleh derasnya narasi negatif di media sosial.
"Klarifikasi yang disampaikan pemerintah sering kalah cepat dan kalah gaung dibandingkan misinformasi yang disebarkan kelompok oposisi dan akun-akun antivaksin. Narasi negatif itulah yang kemudian lebih mendominasi percakapan publik dan membentuk opini yang keliru di masyarakat," kata Ismail Fahmi.
Ismail Fahmi menyampaikan munculnya isu vaksin TBC langsung direspons negatif oleh publik. "Narasinya Indonesia jadi kelinci percobaan, bahkan dihubungkan dengan kasus di India yang katanya 47 ribu anak lumpuh setelah vaksinasi,” ujar Ismail.
Menurut pemantauan Drone Emprit, lonjakan percakapan soal vaksin TBC mulai terjadi sejak 7 Mei. Percakapan di Twitter mendominasi dengan lonjakan tajam dan didominasi sentimen negatif, yakni sebesar 63 persen, sementara sentimen positif hanya 33 persen.
“Twitter ini walau penggunanya cuma 20 jutaan, tapi punya pengaruh sangat besar membentuk opini publik. Mereka yang anti vaksin mendominasi narasi dan menyebarkannya ke berbagai kanal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ismail menyebut bahwa aktor utama penyebar narasi negatif ini berasal dari akun-akun oposisi pemerintah, termasuk akun anonim dan kelompok antivaksin. Mereka menyebarkan informasi yang mengaitkan program vaksin ini dengan teori konspirasi, misalnya keterlibatan Bill Gates hingga tudingan bahwa Indonesia hanya dijadikan pasar oleh Singapura.
Padahal faktanya pemerintah melalui Kantor Staf Presiden dan Kementerian Kesehatan sudah melakukan klarifikasi. Media mainstream juga sudah memberitakan dari sisi yang positif. "Tapi tetap kalah cepat dengan penyebaran narasi negatif,” katanya.
Dalam paparannya, Ismail juga menyoroti perlunya komunikasi publik yang lebih inklusif, melibatkan akademisi, media, dan institusi pendidikan agar tidak kalah dari informasi hoaks.
“Ini pelajaran penting. Program pemerintah, sebaik apapun, bisa tumbang narasinya kalau kalah cepat. Pemerintah harus proaktif membangun narasi dari awal, bukan cuma reaktif menjelaskan setelah isu membesar,” pungkasnya.
NERACA Jakarta - Pemerintah menyayangkan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui capaian yang telah diraih oleh pemerintah Prabowo Subianto dalam…
NERACA Jakarta – Di tengah meningkatnya dinamika kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara—mulai dari ketegangan geopolitik, transformasi ekonomi, hingga…
NERACA Jakarta – Pemerintah menyerap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp115,9 triliun per 31 Maret 2025, setara 22,6…
NERACA Jakarta - Pemerintah menyayangkan banyaknya masyarakat yang belum mengetahui capaian yang telah diraih oleh pemerintah Prabowo Subianto dalam…
NERACA Jakarta - Pemerintah dinilai masih memiliki pekerjaan untuk membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat, salah satunya lewat sosial media.…
NERACA Jakarta – Di tengah meningkatnya dinamika kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara—mulai dari ketegangan geopolitik, transformasi ekonomi, hingga…