Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur TKDN untuk produk teknologi asal AS. Sementara itu, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menolak QRIS, BI Fast, dan GPN menjadi alat tukar kepentingan untuk tarif dagang Amerika Serikat.
NERACA
“Terkait upaya beberapa kementerian/lembaga memasukkan TKDN ICT dalam daftar negosiasi dengan pemerintah AS, dapat kami sampaikan bahwa hingga kini belum ada kebijakan khusus terkait hal tersebut,” ujar Febri dalam keterangan resmi, Selasa (22/4).
Menurut dia, kebijakan TKDN yang ada saat ini hanya berlaku untuk produk manufaktur akhir yang dibeli melalui belanja APBN, APBD, BUMN, dan BUMD, serta produk Handphone, Komputer Genggam, dan Tablet (HKT). Aturan tersebut diberlakukan agar produk tersebut bisa dijual di pasar domestik, baik oleh produsen dalam negeri maupun impor. “Regulasi TKDN ICT belum ada, terus apanya yang mau dideregulasi? Bagaimana mungkin deregulasi dilakukan jika aturannya saja belum tersedia?," ujarnya.
Seperti diketahui, bahwa pemerintah Indonesia tengah bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Donald Trump. Salah satu isu yang dibahas terkait relaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk Information and Communication Technology (ICT) asal AS.
Dia menilai, mungkin yang dimaksud adalah upaya membuat kebijakan TKDN baru untuk ICT, seperti halnya kebijakan TKDN HKT untuk memfasilitasi empat perusahaan asal AS yakni Apple Inc, GE, Oracle, dan Microsoft.
Febri juga menyebut, kebutuhan server untuk data center di Indonesia sejauh ini masih dipenuhi lewat impor, baik untuk kebutuhan pemerintah maupun swasta, sehingga tidak membutuhkan kebijakan TKDN. “Industri dalam negeri belum mampu memproduksi server, jadi memang belum ada dasar untuk memberlakukan TKDN di sektor ini,” ujarnya.
Selain itu, Febri menegaskan bahwa Kemenperin belum pernah menerima keluhan dari keempat perusahaan AS tersebut terkait dengan TKDN ICT, begitu pula dari pemerintah maupun BUMN.
Menurut Febri, Apple Inc justru mengusulkan skema penelitian dan inovasi dalam Permenperin No. 29 Tahun 2017 agar bisa memenuhi nilai TKDN untuk produk smartphone mereka di Indonesia. “Mereka (Apple) yang mengusulkan skema riset dan inovasi untuk mencapai skor TKDN. Kami fasilitasi permintaan itu dalam bentuk beberapa pasal khusus pada Permenperin No. 29 Tahun 2017,” ujarnya.
Selain itu, Apple juga menyatakan belum mampu membangun fasilitas produksi smartphone di Indonesia dalam tiga tahun, sehingga pemerintah memberi fleksibilitas dalam kebijakan TKDN.
Kemenperin berkomitmen untuk menjalankan arahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terkait evaluasi kebijakan TKDN. Bahkan, evaluasi telah dimulai sejak awal Januari 2025, sebelum kebijakan tarif resiprokal diumumkan Presiden Trump.
“Kami sudah melaksanakan perintah Presiden dan Wakil Presiden terkait evaluasi TKDN. Pak Menteri Agus Gumiwang bersama jajaran memulai evaluasi sejak Januari 2025, bahkan sebelum Sarasehan Ekonomi dan pengumuman resmi dari Presiden Trump,” kata Febri.
Sebelumnya, pemerintahan AS menuding Indonesia telah menerapkan kebijakan tarif dan non tarif yang dianggap menghambat kepentingan Amerika Serikat. Dalam laporan National Trade Estimate (NTE) yang dirilis oleh Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) pada 31 Maret 2025, pemerintah AS menganggap QRIS dan GPN Bank Indonesia sebagai hambatan perdagangan dalam negosiasi tarif.
Namun ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menolak QRIS, BI Fast, dan GPN menjadi alat tukar kepentingan untuk tarif dagang AS. “Tidak semua apa yang diinginkan oleh AS bisa kita turuti,” ujar Nailul seperti dikutip Katadata.co.id, Selasa (22/4).
Sebab, produk pembayaran buatan AS, yaitu Mastercard dan Visa, tidak menawarkan apa yang dikehendaki oleh pasar. Saat ini, pasar menginginkan transaksi nonkartu, sedangkan Visa dan Mastercard masih mengandalkan kartu. “Mereka minim inovasi. Pasar menginginkan pakai device mobile phone, bukan kartu,” ujarnya.
Ketika AS mengganggu kebijakan QRIS, menurut Nailul, yang dirugikan adalah pihak Indonesia. Sebab, masyarakat tidak mendapatkan layanan yang ideal untuk transaksi keuangan. “Efisiensi transaksi keuangan akan terganggu. Ini tidak baik bagi kestabilan moneter atau sistem pembayaran nasional,” ujarnya.
Apalgi pembayaran dengan QRIS jauh meningkat. Bahkan tidak lagi memerlukan lagi layanan dari Mastercard dan Visa untuk melakukan transaksi. “Hanya dengan menggunakan QRIS, sudah bisa dilakukan pembayaran antar platform. Bahkan lintas jenis platform, dari e-wallet ke rekening bank pun bisa,” tutur Nailul.
Keberatan AS
Pemerintah AS menurut dokumen 2025 National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang diterbitkan oleh United States Trade Representative (USTR) mengeluhkan sejumlah hambatan perdagangan terhadap Indonesia, antara lain:
1. Tarif Impor yang melebihi ketentuan WTO
Penerapan tarif Indonesia dianggap melebihi ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebagai contoh, barang dengan kode Harmonized System (HS) 8517, yang mencakup peralatan switching dan routing. Meskipun memiliki tarif terikat WTO sebesar nol persen, Indonesia menurut AS menerapkan bea masuk sebesar 10 persen untuk produk-produk ini.
2. Peraturan Menteri Keuangan tentang impor barang kiriman
AS juga menyoroti perubahan tarif barang masuk yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) PMK Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, yang disebut menaikkan bea masuk sejumlah komoditas.
3. Penerapan pajak kurang transparan
Proses penilaian pajak yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dianggap kurang transparan dan rumit, denda yang besar untuk kesalahan administratif, mekanisme sengketa yang panjang, dan kurangnya preseden hukum di pengadilan pajak.
Peraturan menteri keuangan (PMK)Nomor 41 Tahun 2022 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 juga jadi salah satu yang dianggap jadi hambatan. Salah satu aturan yang disoroti mengenai penambahan jumlah barang impor yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 22. Para pengusaha AS khawatir proses klaim pengembalian lebih bayar PPh yang dibayar di muka dapat memakan waktu bertahun-tahun.
4. Cukai Minuman Alkohol
Cukai minuman beralkohol impor kena lebih tinggi daripada domestik. Minuman beralkohol buatan luar negeri dengan kadar 5 persen dan 20 persen dikenakan cukai 24 persen lebih tinggi daripada buatan lokal. Ini juga terjadi pada cukai minuman beralkohol impor dengan kadar 20 persen dan 55 persen, yang dikenakan cukai 52 persen lebih tinggi.
5. Sistem perizinan impor
Kebijakan perizinan impor yang tertuang dalam perubahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas juga dianggap sebagai hambatan non tarif.
“Sistem perizinan impor Indonesia terus menjadi penghalang non-tarif yang signifikan bagi bisnis AS karena karena banyaknya persyaratan perizinan impor yang tumpang tindih yang menghambat akses pasar,” ungkap dokumen tersebut.
6. Sertifikasi Halal
Pada bulan Januari 2023, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/2023, yang mewajibkan semua obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang dijual di Indonesia, beserta metode pembuatannya. Termasuk bahan terkait, proses produksi, penyimpanan, dan pengemasan) harus bersertifikat halal. Menurut AS, kebijakan tersebut kurang dikonsultasikan dan tidak mengikuti sistem halal yang dinegosiasikan secara internasional. bari/mohar/fba
NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…
Jakarta-Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…
NERACA Jakarta – Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin oleh LG Energy Solution (LGES) menyatakan mundur dari megaproyek baterai kendaraan…
Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…
NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…
Jakarta-Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…