SIKAP INDONESIA: - Tetap Menjalin Mitra Dagang dengan Semua Negara

 

Jakarta-Kementerian Perdagangan  menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai respon terhadap peringatan pemerintah China. Kemendag juga masih menghitung dampak kerugian akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat untuk Indonesia.

NERACA

Sebelumnya, China meminta negara-negara mitra dagang agar tidak membuat kesepakatan ekonomi yang merugikan mereka dengan Amerika Serikat (AS). Menurut China, kesepakatan seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan perang tarif antara kedua negara.

Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mengambil tindakan balasan, termasuk dengan AS. "Terkait dengan pemerintah China, saya rasa Indonesia dan China juga sama-sama menjunjung tinggi prinsip-prinsip perdagangan multilateral. Kita saling menghormati hak dan kewajiban masing-masing,” ujarnya  dalam media briefing di Jakarta, pekan ini. 

Meski demikian, Djatmiko belum bisa berspekulasi mengenai kemungkinan kondisi yang akan terjadi ke depan. Ia menekankan bahwa Indonesia akan menjaga kelangsungan perdagangan dengan para mitra sebaik mungkin. “Kalaupun ada isu di lapangan, akan kita selesaikan melalui forum diplomasi dan negosiasi perdagangan,”  tutur dia. 

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa pihak mana pun yang membuat kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China akan mendapat penolakan keras. Bila itu terjadi, pemerintah China akan mengambil langkah balasan yang tegas.

"Mengalah tidak membawa kedamaian, dan kompromi tidak memperoleh rasa hormat. Mencari keuntungan sementara dengan mengorbankan pihak lain dalam pertukaran yang disebut pengecualian, sama seperti meminta kulit harimau. Pada akhirnya, itu tidak akan membuahkan hasil dan justru merugikan kedua belah pihak," ujar juru bicara itu seperti dikutip dari CNN, Senin (21/4).

Pada 9 April 2025, Presiden AS Donald Trump mengumumkan penangguhan tarif impor untuk sebagian besar negara selama 90 hari. Fokus utama kebijakan ini adalah menekan China dalam perang dagang, dengan menaikkan tarif impor barang-barang asal China hingga 145%.

Mengutip laporan Wall Street Journal pekan lalu, pemerintah Trump dikabarkan menggunakan negosiasi tarif sebagai alat tekanan agar mitra dagangnya membatasi hubungan ekonomi mereka dengan China.

Berdasarkan sumber anonim, AS meminta negara-negara mitra untuk tidak mengizinkan barang-barang China melewati wilayah mereka. Selain itu, negara-negara tersebut diminta melarang operasional perusahaan China guna mencegah upaya penghindaran tarif AS.

AS juga menyerukan agar negara-negara mitra tidak menyerap barang-barang industri China berharga murah ke dalam perekonomian mereka. Langkah ini bertujuan menekan ekonomi China dan memperkuat efektivitas kebijakan tarif AS.

Sementara itu,  Kemendag  masih menghitung dampak kerugian akibat kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat untuk Indonesia. Namun pemerintah belum mengkalkulasikan berapa besaran kerugian tersebut, khususnya untuk sektor impor dan ekspor barang dari tanah air.

“Ini tentu pasti memberi dampak. Tapi kami belum tahu persis dampaknya berapa. Buat Indonesia, berdasarkan kalkulasi kami ini uga bisa menurunkan kinerja ekspor maupun impor,” kata Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono.

Menurut dia,  dampak kebijakan tarif Trump itu akan menyasar kinerja ekspor dan impor dengan range yang berbeda-beda untuk masing-masing sektor. Pemerintah hingga saat ini masih menghitung dan mensimulasi dampak tersebut untuk prospek perdagangan selanjutnya.

Djatmiko menilai, kebijakan teranyar yang dicanangkan Trump ini akan membawa Amerika Serikat semakin berada di puncak perekonomian dunia. “Tentu (nantinya) akan memberi implikasi yang tidak sedikit kepada negara-negara di dunia,” ujarnya. 

Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal terhadap impor dari sejumlah negara yang masuk ke Amerika Serikat pada 2 April 2025 lalu. Indonesia dikenakan tarif 32 persen. Awalnya tarif resiprokal ditetapkan berlaku mulai 9 April 2025. Namun Trump menunda implementasi selama 90 hari untuk memberi waktu kepada sejumlah negara melakukan negosiasi.

Tim delegasi masih terus melakukan negosiasi terkait tarif resiprokal 32 persen yang ditetapkan Amerika Serikat terhadap produk-produk asal Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa kedua negara telah sepakat perundingan diselesaikan dalam waktu dua bulan.

Laporan kemajuan negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan AS disampaikan tim dari Washington DC hari ini atau Kamis, 17 April 2025 waktu setempat. “Indonesia dan Amerika Serikat bersepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu 60 hari,” ucap Airlangga dalam konferensi pers yang digelar daring Jumat pagi (18/4). 

Airlangga sebagai pemimpin tim delegasi menyampaikan progres negosiasi tersebut. Airlangga didampingi dua anggota tim, yakni Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu. Menurut dia, pemerintah dari kedua negara sudah menyusun dan menyepakati kerangka atau framework acuan perjanjian kerja sama.

Kerangka perjanjian mencakup beberapa kesepakatan kemitraan. “Format dari framework perjanjian tersebut scoping-nya termasuk kemitraan perdagangan investasi, kemitraan dari mineral penting, dan juga terkait dengan reliabilitas dari koridor rantai masuk yang mempunyai resiliensi tinggi,” ujar Airlangga.

Hasil-hasil pertemuan yang sudah dilakukan akan dilanjut dengan berbagai pertemuan, bisa satu, dua, atau tiga putaran. Tim delegasi berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Tarif Impor 3.500%

Pada bagian lain, panel surya dari kawasan Asia Tenggara berisiko diganjar tarif hingga 3.500% di Amerika Serikat, seiring dengan rampungnya penyelidikan antidumping yang telah dimulai sejak tahun lalu oleh otoritas dagang Negeri Paman Sam.

Mengutip Reuters, penyelidikan antidumping terhadap panel surya dilakukan setelah produsen domestik seperti Hanwha Qcells dan First Solar menuduh perusahaan-perusahaan China yang beroperasi di Malaysia, Kamboja, Thailand, dan Vietnam menjual produk mereka di bawah biaya produksi. Produsen dari negara-negara tersebut juga dituduh menerima subsidi yang tidak adil, sehingga merugikan industri dalam negeri AS.

Besaran tarif yang diumumkan sendiri bervariasi tergantung asal negara perusahaan. Sebagai contoh, produk Jinko Solar dari Malaysia dikenai tarif sebesar 41,56%, sementara produk Trina Solar dari Thailand menghadapi tarif sebesar 375,19%. Sementara itu, produsen dari Kamboja yang tidak bekerja sama dalam penyelidikan menghadapi risiko tarif impor lebih dari 3.500%.

Tim Brightbill, pengacara dari American Alliance for Solar Manufacturing Trade Committee, menyatakan bahwa tarif ini merupakan langkah penting untuk mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil dan melindungi investasi miliaran dolar dalam industri manufaktur energi tenaga surya AS.

Namun, beberapa pihak mengritik langkah ini. Asosiasi Industri Energi Surya (SEIA) menyatakan bahwa tarif tersebut dapat meningkatkan biaya produksi bagi produsen yang bergantung pada komponen impor.  Tarif tersebut juga berpotensi menghambat pertumbuhan industri panel surya yang sejatinya telah menikmati subsidi energi sejak 2022.

Keputusan tarif ini belum dapat berlaku secara permanen. Komisi Perdagangan Internasional harus terlebih dahulu memberikan penilaian pada Juni 2025 untuk menentukan apakah industri dalam negeri AS benar-benar dirugikan oleh impor yang diduga dijual di bawah harga pasar dan disubsidi. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

EKONOM TOLAK QRIS SEBAGAI ALAT KEPENTINGAN TARIF DAGANG - Kemenperin: Belum Ada Kebijakan Khusus TKDN

Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…

IMF PREDIKSI EKONOMI RI DI BAWAH 5% - Ekonom Peringatkan Pemerintah Perlu Terobosan Kebijakan

NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…

Nasib Indonesia Pasca LG Mundur dari Megaproyek Baterai Listrik

  NERACA Jakarta – Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin oleh LG Energy Solution (LGES) menyatakan mundur dari megaproyek baterai kendaraan…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

EKONOM TOLAK QRIS SEBAGAI ALAT KEPENTINGAN TARIF DAGANG - Kemenperin: Belum Ada Kebijakan Khusus TKDN

Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…

IMF PREDIKSI EKONOMI RI DI BAWAH 5% - Ekonom Peringatkan Pemerintah Perlu Terobosan Kebijakan

NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…

SIKAP INDONESIA: - Tetap Menjalin Mitra Dagang dengan Semua Negara

  Jakarta-Kementerian Perdagangan  menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…

Berita Terpopuler