Sistem Penjurusan untuk SMA Kembali Diberlakukan

 

Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) harus kembali beradaptasi dengan sistem yang diberlakukan kembali yakni penjurusan IPA, IPS dan Bahasa. Sebelumnya, sistem penjurusan ini telah dihapus dengan menggunakan kurikulum Merdeka. Namun belum berjalan efektif, sistem tersebut harus dikembali lagi ke semula.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti beralasan kebijakan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan pelaksanaan Tes Kompetensi Akademik (TKA) yang akan berfokus pada mata pelajaran tertentu. “Ke depannya, SMA akan kembali memiliki pembagian jurusan. Nantinya dalam TKA, para siswa akan mengikuti tes wajib seperti Bahasa Indonesia dan Matematika,” ujar Mu’ti.

Mu’ti menambahkan bahwa pendekatan ini bertujuan agar kemampuan akademik siswa dapat menjadi indikator utama dalam menentukan kelanjutan studi mereka di jenjang pendidikan tinggi. “Dengan model seperti ini, kemampuan akademik seseorang akan menjadi dasar saat memilih jurusan di perguruan tinggi. Nilai-nilai dari TKA akan mencerminkan kesiapan akademik masing-masing siswa,” lanjutnya.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi, menilai penjurusan kembali akan memberikan ruang bagi siswa untuk mendalami bidang yang benar-benar diminati. Menurutnya, upaya mengharapkan siswa menguasai semua bidang pengetahuan sering kali justru membuat pembelajaran menjadi dangkal. "Harapan agar siswa menguasai semua ilmu itu baik, tapi jika tidak siap yang terjadi malah siswa tidak mendapatkan ilmu apa-apa atau hanya sedikit. Jadi dengan adanya penjurusan IPA, IPS dan Bahasa itu bagus agar siswa bisa mempelajari ilmu sesuai dengan minatnya dan menjadi ahli," kata Unifah.

Disisi lain, sejumlah pengamat juga mengkritisi dengan mudahnya pemerintah mengganti sistem pendidikan sehingga siswa menjadi korban. Pengamat Pendidikan Doni Koesuma menilai perubahan dalam sistem pendidikan yang tergolong cepat ini menandakan koreksi atas lemahnya sistem evaluasi di era sebelumnya.

Meski begitu, ia menegaskan, perubahan kebijakan yang mendadak mungkin dapat menyulitkan siswa dan guru yang sudah terbiasa dengan fleksibilitas Kurikulum Merdeka. “Ada beban psikologis bagi mereka yang tidak serius belajar atau mengajar. Apalagi sebelumnya tidak ada tekanan dari sistem untuk belajar sungguh-sungguh,” ujarnya, sebagaimana disalin dari Tempo.

Menurut Doni, dampak terbesar dari perubahan ini adalah hilangnya motivasi belajar selama sistem yang longgar berlangsung. Kini siswa harus beradaptasi kembali dengan sistem yang lama. Meski begitu, Doni menyambut baik kebijakan yang direncanakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti. “Sistem seleksi sebelumnya membuat anak-anak malas belajar, universitas pun kesulitan menyeleksi calon mahasiswa terbaik,” ujarnya.

Pengamat pendidikan lainnya, Ina Liem, mengkritisi perubahan kebijakan ini sebagai gejala dari absennya arah pendidikan nasional yang jelas dan berkelanjutan. Ia menekankan pentingnya negara memiliki visi pendidikan jangka panjang yang tidak bergantung pada siapa menteri yang menjabat.

“Masalah utama dalam kebijakan pendidikan Indonesia bukan semata soal siapa menterinya. Isu utamanya adalah tidak adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara khusus untuk pendidikan yang bersifat jangka panjang dan lintas pemerintahan,” ujar Ina.

BERITA TERKAIT

Indonesia Catatkan Lima Warisan Dokumenter Sebagai Ingatan Kolektif Dunia

  Indonesia berhasil mencatatkan lima warisan dokumenter sebagai ingatan kolektif dunia atau Memory of The World (MoW) dalam Sidang Dewan…

Pentingnya Kehadiran Ayah untuk Mencegah Generasi Stroberi

  Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa kehadiran ayah dalam pengasuhan dapat mencegah anak tumbuh menjadi…

Meninggalkan Anak untuk Beribadah Haji, Simak Tipsnya Agar Tenang

  Menunaikan ibadah haji adalah impian setiap Muslim. Namun, bagi orangtua yang memiliki anak, meninggalkan mereka untuk berhaji bisa menjadi…

BERITA LAINNYA DI

Indonesia Catatkan Lima Warisan Dokumenter Sebagai Ingatan Kolektif Dunia

  Indonesia berhasil mencatatkan lima warisan dokumenter sebagai ingatan kolektif dunia atau Memory of The World (MoW) dalam Sidang Dewan…

Sistem Penjurusan untuk SMA Kembali Diberlakukan

  Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) harus kembali beradaptasi dengan sistem yang diberlakukan kembali yakni penjurusan IPA, IPS dan Bahasa.…

Pentingnya Kehadiran Ayah untuk Mencegah Generasi Stroberi

  Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa kehadiran ayah dalam pengasuhan dapat mencegah anak tumbuh menjadi…