NERACA
Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak akan bisa dihilangkan karena hal itu adalah bagian dari proses penindakan.
"Di Pasal 6 Undang-Undang KPK kan jelas, KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, eksekusi. Nah, kegiatan tangkap tangan itu kan bagian dari penindakan, jadi saya kira enggak akan hilang juga," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11).
Alex mengakui bahwa istilah Operasi Tangkap Tangan atau OTT memang tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun dalam undang-undang tercantum soal pihak yang tertangkap tangan dalam penindakan. Sehingga menurutnya polemik soal OTT hanya soal perbedaan istilah saja.
"Kalau tertangkap tangan kan enggak mungkin dihapuskan karena itu diatur dalam undang-undang. Cuma istilah saja mungkin," ujarnya.
Lebih lanjut Alex menilai bahwa OTT masih menjadi instrumen penindakan yang efektif karena penyelesaian proses hukum yang berawal dari kegiatan tersebut relatif cepat.
"Sebetulnya kalau tertangkap tangan, ya siapapun orang yang tertangkap tangan otomatis menjadi tersangka. Karena apa? Di situ sudah ada barang buktinya. Di situ sudah (ada) pelakunya, sudah ada semuanya," kata Alex.
Sebelumnya, Calon Pimpinan (Capim) KPK Johanis Tanak menginginkan operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK ditiadakan karena tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Menurut dia, OTT tidak tepat karena kata operasi adalah sesuatu hal yang telah dipersiapkan dan direncanakan. Lalu pengertian tangkap tangan berdasarkan KUHAP adalah peristiwa penindakan hukum yang pelakunya seketika langsung ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau ada satu perencanaan, operasi itu terencana, peristiwa yang terjadi suatu ketika itu tertangkap, ini suatu tumpang tindih yang tidak tepat," kata Johanis saat uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK yang digelar Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11).
Selaku Wakil Ketua KPK periode ini, dia pun mengaku sudah menyampaikan ketidaksetujuan terhadap kegiatan OTT.
Namun, kata dia, mayoritas di KPK mengatakan bahwa OTT merupakan sebuah tradisi.
"Tapi seandainya saya bisa jadi (Pimpinan KPK), mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu tidak sesuai dengan pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata pria yang berlatar belakang jaksa tersebut.
Ketika menyampaikan rencananya untuk meniadakan OTT, Johanis pun langsung disambut dengan tepuk tangan oleh orang-orang yang berada di ruangan rapat Komisi III DPR RI.
Menurut dia, KPK seharusnya menjalankan ketentuan yang sesuai dengan undang-undang, bukan semata-mata berdasarkan logika. Ant
NERACA Mataram - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat menagih pajak kepada pihak…
NERACA Tangerang Selatan - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Soesanto, mengingatkan agar para kepala desa (kades)…
NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum menerapkan kolaborasi dengan berbagai pihak atau pentahelix, mulai dari kementerian/lembaga…
NERACA Mataram - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat menagih pajak kepada pihak…
NERACA Tangerang Selatan - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Soesanto, mengingatkan agar para kepala desa (kades)…
NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum menerapkan kolaborasi dengan berbagai pihak atau pentahelix, mulai dari kementerian/lembaga…