Oleh: Wanda Rahma, Penyuluh Pajak di KPP Wajib Pajak Besar Satu *)
Indonesia mencanangkan tahun 2045 sebagai tahun generasi emas. Indonesia bertekad menjadi negara maju dan mandiri di berbagai sektor, baik di sektor pendidikan, kesehatan, ekonomi, maupun sosial lingkungan. Peran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terutama Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai penopang utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tentunya menjadi semakin signifikan demi mewujudkan cita-cita tersebut. Tidak hanya berperan dalam menggali potensi perpajakan yang ada, DJP juga berperan dalam penerbitan regulasi yang berdampak pada kemajuan ekonomi Indonesia.
Pemerintah yang mengelola sampahnya dengan baik sering kali lebih menarik bagi investor dan mitra dagang. Kebijakan seperti green economy yang dicanangkan oleh negara-negara maju tentu saja menjadi kebijakan kuat yang dapat meningkatkan reputasi internasional dan mendorong investasi pada suatu negara. Secara keseluruhan, pengelolaan sampah yang efektif berkontribusi pada kemajuan sosial ekonomi dan lingkungan suatu negara, menjadikannya faktor kunci dalam pembangunan berkelanjutan.
Untuk melangkah maju di berbagai sektor, antara lain sektor sosial lingkungan, maka pemerintah wajib mendorong program-program berwawasan lingkungan. Sistem pengelolaan sampah (waste management) yang baik, terdiri dari serangkaian aktivitas untuk mengelola sampah dari awal hingga pembuangan. Aktivitas tersebut mencakup pengumpulan, pengangkutan, perawatan, pembuangan, dan diiringi oleh monitoring dan regulasi manajemen sampah.
Sebagaimana diketahui, lingkungan yang sehat bersifat ceteris paribus dengan pertumbuhan ekonomi dan pariwisata pada suatu negara. Pengelolaan sampah yang buruk diketahui dapat menyebabkan penyakit yang mengancam keberlangsungan kesehatan masyarakat. Sedangkan pengelolaan sampah yang efektif -selain dapat mengurangi risiko penyakit akibat pencemaran- dapat berkontribusi positif pada produktivitas dan kualitas hidup masyarakat. Peningkatan kualitas hidup masyarakat akan meningkatkan produktivitas. Sehingga, kepedulian masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan, diharapkan berdampak pada berkurangnya polusi sekaligus dapat melindungi keanekaragaman hayati.
Selain dari penerapan pengelolaan sampah yang efektif, pemerintahan yang baik juga dapat mengadopsi prinsip ekonomi sirkular—di mana sampah dipandang sebagai sumber daya- dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan efisiensi sumber daya. Hal tersebut dapat berkontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustainability).
Upaya Konkret
Salah satu contoh pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyumas dengan didukung oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Jawa Tengah. Bahu membahu, Pemerintah Kabupaten Banyumas berhasil membangun 6 (enam) Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Kabupaten Banyumas. Dukungan Kementerian PUPR melalui BPPW Jawa Tengah pada TPST di Kabupaten Banyumas terwujud dengan tersedianya sarana dan prasarana berupa hanggar, bangunan kantor, ruang maggot, biopond maggot, pengadaan mesin conveyor, mesin pencacah sampah organik, mesin pres plastik, mesin pemilah sampah, motor roda tiga, dump truck, dan sarana pengolahan sampah.
TPST menghasilkan output berupa pupuk kompos, sampah anorganik yang siap jual, maggot serta bubur pakan maggot. Selain itu, setiap TPST yang ada juga telah membantu penyerapan tenaga kerja dimana satu TPST mempekerjakan sebanyak 25 (dua puluh lima) pekerja. Sampah organik yang telah dipilah dan diolah diproses menjadi pupuk kompos, sementara untuk sampah non-organik berupa kantong plastik dicacah dan dijual untuk bahan baku produk-produk yang bernilai ekonomis.
Selain pembangunan TPST, Pemerintah Kabupaten Banyumas juga merampungkan Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan dan Edukasi (TPA BLE). Saat ini, salah satu TPST di Banyumas dilengkapi dengan mesin pirolisis yang dapat memusnahkan sampah dengan pembakaran di atas 800 derajat Celcius. Pemkab Banyumas bekerja sama dengan PT. Sarana Bangun Indonesia juga berhasil menyetor bahan Refuse Derived-Fuel (RDF).
Refuse Derived Fuel sering disingkat dengan RDF merupakan hasil pengolahan sampah yang dikeringkan untuk menurunkan kadar air hingga <25% dan menaikkan nilai kalornya setelah sebelumnya dicacah terlebih dahulu untuk menyeragamkan ukurannya menjadi 2-10 cm. Karenanya RDF ini sering disebut sebagai keripik sampah. Khusus untuk kategori TPA BLE, TPA BLE tidak hanya fokus melaksanakan kegiatan dengan berbasis prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), melainkan juga dilengkapi dengan fasilitas kolam renang, pabrik plastik, tempat budidaya maggot, budidaya lele, dan fasilitas lainnya.
Insentif Pajak
Berdasarkan penjabaran diatas, maka sudah seharusnya Pemerintah Indonesia berperan aktif dalam membantu suksesnya pengelolaan sampah yang efektif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memberikan insentif pajak kepada pihak-pihak yang terkait dengan proses pengelolaan sampah ini.
Insentif pajak yang diharapkan dari pemerintah dapat berupa keringanan dalam bentuk pembebasan beberapa macam pajak diantaranya pembebasan Pajak Impor mesin pengelolaan sampah. Hal ini penting, mengingat mesin-mesin untuk pengelolaan sampah belum dapat diproduksi di dalam negeri. Selanjutnya, insentif pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diberikan agar semakin banyak perusahaan yang tertarik untuk berkecimpung dalam bidang pengelolaan sampah.
Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) juga tidak kalah penting. Pemerintah dapat memberikan tax holiday bagi perusahaan yang berkecimpung di bidang waste management. Adanya pembebasan PPh bagi pihak swasta yang menanamkan modalnya di bidang pengelolaan sampah tentunya sangat menarik dan menggiurkan bagi para pelaku usaha. Hanya saja, Pemerintah perlu menentukan syarat dan ketentuan yang ketat dalam penerapan insentif pajak ini di masa yang akan datang.
Selain pemberian insentif, Pemerintah dapat memperoleh keuntungan dengan meningkatnya setoran pajak di jenis-jenis pajak tertentu, salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Mengapa PPh Pasal 21? Karena dengan semakin bertambahnya pelaku usaha yang menggeluti bidang pengelolaan sampah ini, maka lapangan kerja baru otomatis akan tercipta. Masyarakat yang semula tidak berpenghasilan maupun berpenghasilan rendah, berkesempatan mendapat penghasilan atau tambahan penghasilan yang signifikan. PPN juga dapat dipastikan meningkat karena seiring dengan adanya pertumbuhan ekonomi tentunya konsumsi masyarakat juga akan bertambah.
Pemerintah sudah seharusnya dapat memberikan insentif pajak di bidang pengelolaan sampah agar pihak swasta semakin tertarik untuk berinvestasi di bidang ini. Hasil yang diharapkan tentu saja terciptanya detterent effect yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat serta relevan dengan upaya mencapai Indonesia Emas 2045. *) Tulisan merupakan opini pribadi
Oleh : Maya Naura Lingga, Pemerhati Investasi dan Industri Presiden RI kedelapan, Prabowo Subianto, menunjukkan komitmen besar…
Oleh: Dewi Rahmawati, Praktisi UMKM Kebijakan penghapusan utang macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang…
Oleh: Rimba Maulana, Penyuluh Pajak di KPP WP Besar Satu *) Teknologi informasi menjadi andalan para pelaku…
Oleh : Maya Naura Lingga, Pemerhati Investasi dan Industri Presiden RI kedelapan, Prabowo Subianto, menunjukkan komitmen besar…
Oleh: Dewi Rahmawati, Praktisi UMKM Kebijakan penghapusan utang macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang…
Oleh: Rimba Maulana, Penyuluh Pajak di KPP WP Besar Satu *) Teknologi informasi menjadi andalan para pelaku…