NERACA
Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebutkan kedaulatan digital dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat di dunia digital akan melawan radikalisasi secara daring (online).
Pasalnya, Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan media sosial dan gawai yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari merupakan alat kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi ekstrem.
"Handphone kita atau gadget kita kan borderless, tanpa batas. Media sosial dan lain sebagainya itu merupakan perangkat yang sangat potensial dan selama ini digunakan oleh kelompok radikal terorisme untuk meradikalisasi umat atau masyarakat," kata Ahmad dalam sebuah talkshow di Jakarta, Kamis (14/11), seperti dikutip dari keterangan yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (15/11).
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, BNPT terus memperkuat strategi pentahelix yang melibatkan pemerintah, masyarakat, media, pengusaha, akademisi, dan tokoh agama untuk menangkal penyebaran narasi kebencian di dunia maya.
Menurut dia, strategi tersebut penting karena kelompok radikal menggunakan saluran digital sebagai sarana infiltrasi ideologi yang dapat membahayakan keamanan nasional.
Dalam konteks radikalisme kanan, sambung Ahmad, yang menunggangi agama ini merupakan para penceramah agama. Dia berpendapat penceramah berpotensi menjadi pintu masuk serta pintu keluar ideologi radikalisme.
"Kalau penceramah-nya moderat, menyejukkan, melembutkan, dan mempersatukan, maka ini menjadi pintu keluar dari infiltrasi ideologi-ideologi radikal itu," ucap dia.
Untuk itu, BNPT, dengan dukungan berbagai pihak, terus mengupayakan penanggulangan radikalisasi di dunia maya. Melalui kolaborasi dengan organisasi masyarakat (ormas), tokoh agama, dan berbagai elemen masyarakat, BNPT berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kedamaian Indonesia, baik di dunia fisik maupun digital.
Sementara itu, Sekretaris Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) Kiai Haji Imam Pituduh (Gus Imam) mengingatkan pentingnya menjaga kedaulatan digital untuk mencegah penyebaran narasi kebencian.
"Ormas-ormas Islam juga harus menjaga kedaulatan digital. Ini penting karena nilai-nilai dan narasi kebencian itu efektif untuk di-infiltrasi melalui kanal-kanal digital," kata Gus Imam.
Dia menambahkan bahwa radikalisasi daring, yang sering menyebar melalui pesan kebencian, berpotensi menimbulkan dampak besar meskipun ledakan-nya kecil. Karena itu, kewaspadaan terhadap ancaman tersebut menjadi hal yang sangat krusial.
Apabila ada pembiaran secara terstruktur dan ketidakwaspadaan, kata dia, maka otomatis hal itu akan menjadi faktor penghancur utama, yang disebut sebagai low explosive and high impact.
"Artinya ledakan-nya kecil tapi dampaknya besar. Itu yang wajib diwaspadai," tuturnya. Ant
NERACA Serang - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Rochayati Basra mengatakan tingkat indeks demokrasi Indonesia (IDI) menghadapi berbagai tantangan…
NERACA Nusa Dua, Bali - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang air Retno Marsudi menyebut krisis politik menjadi salah satu…
NERACA Bengkulu - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyatakan kesejahteraan desa menjadi indikator tentang kemajuan…
NERACA Serang - Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pemerintahan Rochayati Basra mengatakan tingkat indeks demokrasi Indonesia (IDI) menghadapi berbagai tantangan…
NERACA Nusa Dua, Bali - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang air Retno Marsudi menyebut krisis politik menjadi salah satu…
NERACA Bengkulu - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto menyatakan kesejahteraan desa menjadi indikator tentang kemajuan…