Atasi Risiko Secara Simultan untuk Cegah Pneumonia Anak

 

Dokter spesialis anak Wahyuni Indawati dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) berpendapat, diperlukan upaya mengatasi sejumlah faktor risiko pneumonia pada anak secara simultan untuk mencegah penyebaran penyakit tersebut. "Kalau kita memberikan perlindungan dengan vaksinasi yang memang dapat mencegah dari penyebab pneumonia itu, bisa mengurangi hingga 49 persen," kata Wahyuni dalam siaran Kementerian Kesehatan dalam rangka Hari Pneumonia Sedunia di Jakarta.

Selain itu, katanya, ASI eksklusif yang diberikan pada enam bulan pertama anak dapat mengurangi risiko terkena pneumonia hingga 15-23 persen. Kemudian, pengurangan polusi, baik di dalam maupun luar ruangan, dapat menurunkan risiko hingga 50 persen. Dia menilai perlunya melakukan hal-hal tersebut secara bersamaan guna mengurangi risiko anak terkena penyakit itu.

Dokter itu menambahkan, sebuah data menarik menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar asap rokok empat kali lebih tinggi memerlukan rawat inap karena masalah pernapasan, dan dua sampai tiga kali lebih tinggi dalam kunjungannya ke gawat darurat karena masalah tersebut. Adapun faktor-faktor lain, katanya, seperti gizi yang tidak baik, hidup di lingkungan padat penduduk, penyakit kronis, masalah imunitas, serta komorbiditas. Menurut dia, anak yang lahir prematur dan dengan berat yang rendah juga berisiko terkena penyakit itu.

Wahyuni menjelaskan bahwa pneumonia yang disebabkan virus dan bakteri cukup banyak, dan organisme yang menyebabkannya berbeda menurut usia anak, sehingga antibiotik yang diperlukan berbeda. Pada bayi baru lahir, balita, streptococcus pneumonia menjadi penyebab terbanyak, dan pada yang lebih dari 5 tahun yang terbanyak adalah kuman-kuman yang bersifat atipikal, misalnya mikroplasma pneumonia.

Untuk gejala spesifik pneumonia, katanya, adalah masalah pernapasan, seperti batuk dan pilek. Karena pneumonia disebabkan oleh infeksi, kata Wahyuni, maka gejala-gejala yang muncul meliputi demam, lemah, lesu, nafsu makan berkurang. Pada bayi, dia menambahkan, anak terlihat rewel. "Yang terpenting adalah apakah sudah ada tanda-tanda yang menunjukkan keterlibatan dari jaringan paru yang terinfeksi, yaitu kita akan melihat anaknya biasanya bernapas lebih cepat dan pada saat bernapas dia memerlukan usaha bernapas yang ditandai dengan penarikan dinding dada ke dalam," katanya.

Wahyuni mengingatkan bahwa pneumonia adalah pembunuh anak-anak secara global yang kerap luput dari perhatian. Oleh karena itu, dia menilai pentingnya upaya-upaya untuk mengatasi hal tersebut. "Satu anak meninggal setiap 43 detik karena pneumonia. Jadi ini terjadi di seluruh dunia, tidak hanya di Indonesia, tapi tentu saja angka yang terbanyak adalah di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Jadi kita harus ingat bahwa satu dari lima anak itu meninggal karena pneumonia, sehingga ini harus menjadi musuh kita bersama agar kita dapat menanggulanginya," ujarnya.

BERITA TERKAIT

Kenali Penyebab Mata Gatal dan Cara Mengatasinya

  Mata gatal adalah keluhan umum yang sering dialami oleh banyak orang. Kondisi ini sering kali dianggap sepele, namun sangat…

Waspadai Obesitas Salah Satu Faktor Risiko Kanker Rahim

Obsitas menjadi faktor yang memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, termasuk risiko kanker rahim. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Rumah Sakit…

Skrining Gratis Upaya Baik Deteksi Kanker Sedini Mungkin

Dokter spesialis onkologi dari RSCM Dr. dr. Diani Kartini, Sp.B(K)Onk menilai bahwa program skrining gratis yang akan diluncurkan pada 2025…

BERITA LAINNYA DI Kesehatan

Kenali Penyebab Mata Gatal dan Cara Mengatasinya

  Mata gatal adalah keluhan umum yang sering dialami oleh banyak orang. Kondisi ini sering kali dianggap sepele, namun sangat…

Waspadai Obesitas Salah Satu Faktor Risiko Kanker Rahim

Obsitas menjadi faktor yang memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, termasuk risiko kanker rahim. Dokter spesialis obstetri dan ginekologi Rumah Sakit…

Skrining Gratis Upaya Baik Deteksi Kanker Sedini Mungkin

Dokter spesialis onkologi dari RSCM Dr. dr. Diani Kartini, Sp.B(K)Onk menilai bahwa program skrining gratis yang akan diluncurkan pada 2025…