NERACA
Jakarta – Keputusan pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya merupakan langkah signifikan dalam memastikan keadilan ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025, Presiden RI, Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk menciptakan sistem ketenagakerjaan yang lebih adil melalui pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Dewan ini nantinya akan berperan sebagai penasihat strategis dalam merancang kebijakan ketenagakerjaan yang berpihak pada pekerja.
"Langkah ini bukan sekadar respons politis, melainkan upaya nyata negara untuk menjamin keadilan dan kepastian kerja bagi tenaga kerja Indonesia," ujar Presiden Prabowo.
Penghapusan outsourcing ini tidak bisa dilakukan secara mendadak. Oleh karena itu, perencanaan yang matang dan transisi yang bertahap menjadi kunci keberhasilan implementasinya.
"Kebijakan ini harus dirancang secara hati-hati agar tidak mengganggu iklim investasi, namun tetap melindungi hak pekerja," tambah Presiden Prabowo Subianto.
Melalui kebijakan ini, diharapkan akan tercipta keseimbangan antara kepentingan pekerja dan dunia usaha, yang pada gilirannya mendukung pembangunan ekonomi nasional.
Dengan langkah ini, pemerintah juga memperkuat komitmennya terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam hal menciptakan pekerjaan yang layak dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
"Melalui penghapusan outsourcing, Indonesia berkomitmen untuk memastikan semua pekerja mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi pada kemajuan bangsa," jelas Presiden Prabowo Subianto.
Outsourcing yang telah berlangsung lebih dari dua dekade kini menjadi sorotan utama. Awalnya, sistem ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas kepada dunia usaha. Namun, dalam praktiknya, banyak pekerja yang terjebak dalam kontrak jangka pendek tanpa kepastian kerja dan minimnya jaminan kesejahteraan.
"Banyak pekerja yang berusia di atas 40 tahun tetap berstatus alih daya dengan upah setara UMP dan tanpa jenjang karier yang jelas. Ini jelas menunjukkan ketimpangan yang harus segera diatasi," tegas Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli.
Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional akan berfungsi sebagai penghubung antara aspirasi pekerja dan kebutuhan dunia usaha, memastikan kebijakan ini berjalan efektif tanpa mengorbankan kepentingan kedua belah pihak.
Penting untuk dicatat bahwa penghapusan outsourcing tidak berarti menutup peluang fleksibilitas kerja.
"Ini justru menjadi kesempatan untuk membangun sistem kerja yang lebih adil dan transparan," ujar lanjut Yassierli.
Sebelumnya, Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta menjelaskan sistem outsourcing dalam dunia kerja Indonesia selama dua dekade terakhir telah menjadi salah satu isu paling krusial dalam dinamika hubungan industrial. Diperkenalkan dengan dalih fleksibilitas dan efisiensi, praktik ini justru berkembang menjadi instrumen legal eksploitasi buruh, menciptakan ketimpangan struktural yang tajam antara pekerja outsourcing dan karyawan tetap.
Oleh karena itu, jika sistem ini tidak direvisi secara menyeluruh pada saat ini, maka cita-cita peningkatan kesejahteraan buruh hanya akan menjadi jargon kosong tanpa implementasi nyata.
Menurut Achmad Nur Hidayat, Presiden Prabowo dalam peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025 telah menyuarakan komitmennya untuk menghapus sistem outsourcing, langkah yang secara politis berani dan secara moral mendapatkan dukungan luas dari kalangan buruh. Namun, keberanian politik harus disertai dengan konsistensi kebijakan dan komitmen legislatif.
Outsourcing, dalam bentuknya yang berlaku saat ini, telah menimbulkan ketidakadilan mendasar dalam organisasi kerja. Seorang pekerja yang bekerja di lokasi, jam, dan jenis pekerjaan yang sama, bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda hanya karena status kepegawaiannya outsourcing, tanpa kepastian kerja, tanpa jaminan sosial yang layak, dan tanpa prospek karier yang jelas. Ini adalah ketimpangan yang melemahkan solidaritas internal dalam organisasi serta menciptakan iklim kerja yang disfungsional.
Di bawah kerangka hukum yang berlaku, khususnya pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-XVI/2018 dan Nomor 91/PUU-XVIII/2020, outsourcing tetap diperbolehkan dengan pembatasan pada pekerjaan yang bukan inti. Namun, dalam praktiknya, ketentuan ini sangat longgar.
Banyak perusahaan memanfaatkan celah hukum ini untuk meng-outsourcing-kan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya bersifat strategis dan permanen. Buruh outsourcing tidak hanya mengalami ketidakpastian kerja, tetapi juga seringkali menjadi korban pemutusan hubungan kerja sepihak dengan pesangon yang tidak sesuai. Di sisi lain, para pemilik modal terus menumpuk keuntungan dari model hubungan kerja yang timpang ini.
Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa Raih Lima Green World Awards 2025 Auckland, Selandia Baru – Komitmen kuat Pertamina Subholding Upstream…
NERACA Bali – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian…
NERACA Jakarta - Proyek pembangunan jaringan pipa gas bumi Cirebon-Semarang tahap II (Cisem II) pada ruas Batang-Kandang Haur Timur yang digarap…
Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa Raih Lima Green World Awards 2025 Auckland, Selandia Baru – Komitmen kuat Pertamina Subholding Upstream…
NERACA Bali – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian…
NERACA Jakarta - Proyek pembangunan jaringan pipa gas bumi Cirebon-Semarang tahap II (Cisem II) pada ruas Batang-Kandang Haur Timur yang digarap…