Industri Dalam Negeri Siap Dukung Kebutuhan Food Tray untuk Program MBG

Industri Dalam Negeri Siap Dukung Kebutuhan Food Tray untuk Program MBG
Jakarta – Kementerian Perindustrian terus mendorong optimalisasi peran industri dalam negeri sebagai rantai pasok program strategis nasional, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan menyasar peserta didik di seluruh Indonesia. Salah satu komponen pendukung utama dalam program ini adalah penyediaan peralatan makan dan minum yang layak, aman, dan memenuhi standar.
Para pelaku industri dalam negeri telah menunjukkan kesiapan untuk berkontribusi dalam pengadaan food tray (wadah makan) dan peralatan pendukung lainnya. “Bahkan, beberapa industri di luar produsen alat dapur turut antusias untuk ikut memproduksi food tray atau ompreng ini guna mendukung berjalannya program MBG,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Setia Diarta di Jakarta.
Beberapa perusahaan yang telah menyatakan kesiapannya antara lain PT Almasindo, PT Arwana Gemilang Sejahtera, PT Inomec Jaya, PT Maspion, PT Multimegah Indahjaya, PT Supra Teratai Metal, serta pelaku industri permesinan di Malang. Masing-masing perusahaan mampu memproduksi food tray sebanyak 100 ribu unit per bulan. Tak hanya itu, sebanyak 15 produsen lainnya dari luar sektor peralatan dapur juga menyatakan siap untuk ikut serta dalam produksi food tray, tentu para produsen berharap adanya kepastian produksi mereka akan diserap oleh pengelola dapur MBG.
Kebutuhan peralatan makan dan minum untuk program MBG diperkirakan mencapai 82,9 juta unit, terdiri dari sendok, garpu, serta food tray. Khusus food tray, ketentuan yang ditetapkan untuk memenuhi standar meliputi barang berbahan stainless steel 304 dengan ketebalan 0,6 mm. 
Potensi suplai food tray dari dalam negeri hingga akhir tahun 2025 diproyeksikan mencapai 15 juta set, dengan realisasi saat ini sebesar 300 ribu set, sementara itu penggunaan food tray impor masih mendominasi. Hal ini menunjukkan potensi yang besar untuk pemenuhan kebutuhan food tray dengan produk dalam negeri. Adapun tantangan yang masih dihadapi produsen food tray di dalam negeri seperti bahan baku yang masih bergantung pada impor, karena bahan baku lokal cenderung terlalu tebal, sehingga lebih mahal serta sulit memenuhi deep drawing quality.
Dengan peningkatan kapasitas produksi dan penambahan lini, beberapa industri telah meningkatkan utilisasi produksi menjadi 350 ribu pcs per bulan, dan total kapasitas nasional dari enam produsen diproyeksikan mencapai 15 juta pcs pada akhir tahun 2025. Saat ini, utilisasi masih berada di angka 50% dari kapasitas yang tersedia yakni 600 ribu pcs per bulan.
“Langkah subtitusi impor ini juga merupakan upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, termasuk di dalamnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi ketergantungan terhadap impor,” kata Setia.
Dari sisi bahan baku, setiap set food tray membutuhkan sekitar 0,7 kg stainless steel, menghasilkan produk jadi seberat 0,5 kg. Dengan target produksi 15 juta pcs, kebutuhan bahan baku mencapai sekitar 7.500 ton. Untuk mempercepat proses produksi, opsi impor barang setengah jadi dapat diterapkan. Para produsen lokal cukup melakukan proses akhir yaitu trimming, folding, dan finishing.
Dukungan regulasi juga terus diperkuat melalui penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 53 Tahun 2024 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk cookware dan flatware, yang berlaku efektif mulai 18 April 2025. Adapun SNI yang diberlakukan meliputi SNI 8752:2020 untuk peralatan masak logam dan SNI 8753:2020 untuk peralatan makan dari baja tahan karat. Namun, regulasi tersebut belum secara spesifik mencakup food tray, termasuk yang digunakan dalam program MBG. Oleh karena itu, produk impor wajib mengajukan Pertek pengecualian SNI.
Standar khusus untuk food tray MBG juga dinilai penting mengingat penggunanya meliputi anak di bawah llima tahun (Balita), ibu hamil, ibu menyusui, dan peserta didik dalam jumlah yang besar, sehingga aspek Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan (K3) perlu menjadi perhatian utama.
Selain food tray, industri nasional juga memiliki kapasitas untuk memproduksi berbagai kebutuhan lainnya dalam program MBG, seperti peralatan masak, kompor gas, wastafel, peralatan makan lainnya, dan material kaleng aluminium yang akan diproduksi menjadi peralatan minum.
“Kemenperin akan terus mendorong penggunaan produk dalam negeri dan memastikan ekosistem industri nasional mampu menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan program strategis nasional, sekaligus meningkatkan daya saing produk-produk lokal,” kata Setia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Helvi Moraza juga menegaskan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan gizi masyarakat, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan, khususnya bagi UMKM.
"Dengan alokasi anggaran sebesar Rp171 triliun dan cakupan penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, program ini membuka peluang besar bagi UMKM untuk berkembang," kata Helvi.
Helvi juga menjelaskan, saat ini terdapat 726 Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 38 provinsi, dengan lebih dari 1.500 UMKM telah bergabung sebagai pemasok bahan baku. 
"Seiring dengan target pengembangan 32.000 dapur SPPG pada tahun 2025, jumlah UMKM yang terlibat diproyeksikan akan terus bertambah," ujar Helvi.
Perputaran ekonomi dalam program ini juga sangat besar, dengan estimasi Rp30 juta per hari untuk satu dapur SPPG yang memproduksi 3.000 porsi makanan, atau sekitar Rp600 juta per bulan.

NERACA

Jakarta – Kementerian Perindustrian terus mendorong optimalisasi peran industri dalam negeri sebagai rantai pasok program strategis nasional, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan menyasar peserta didik di seluruh Indonesia. Salah satu komponen pendukung utama dalam program ini adalah penyediaan peralatan makan dan minum yang layak, aman, dan memenuhi standar.

Para pelaku industri dalam negeri telah menunjukkan kesiapan untuk berkontribusi dalam pengadaan food tray (wadah makan) dan peralatan pendukung lainnya. “Bahkan, beberapa industri di luar produsen alat dapur turut antusias untuk ikut memproduksi food tray atau ompreng ini guna mendukung berjalannya program MBG,” ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Setia Diarta di Jakarta.

Beberapa perusahaan yang telah menyatakan kesiapannya antara lain PT Almasindo, PT Arwana Gemilang Sejahtera, PT Inomec Jaya, PT Maspion, PT Multimegah Indahjaya, PT Supra Teratai Metal, serta pelaku industri permesinan di Malang. Masing-masing perusahaan mampu memproduksi food tray sebanyak 100 ribu unit per bulan. Tak hanya itu, sebanyak 15 produsen lainnya dari luar sektor peralatan dapur juga menyatakan siap untuk ikut serta dalam produksi food tray, tentu para produsen berharap adanya kepastian produksi mereka akan diserap oleh pengelola dapur MBG.

Kebutuhan peralatan makan dan minum untuk program MBG diperkirakan mencapai 82,9 juta unit, terdiri dari sendok, garpu, serta food tray. Khusus food tray, ketentuan yang ditetapkan untuk memenuhi standar meliputi barang berbahan stainless steel 304 dengan ketebalan 0,6 mm. 

Potensi suplai food tray dari dalam negeri hingga akhir tahun 2025 diproyeksikan mencapai 15 juta set, dengan realisasi saat ini sebesar 300 ribu set, sementara itu penggunaan food tray impor masih mendominasi. Hal ini menunjukkan potensi yang besar untuk pemenuhan kebutuhan food tray dengan produk dalam negeri. Adapun tantangan yang masih dihadapi produsen food tray di dalam negeri seperti bahan baku yang masih bergantung pada impor, karena bahan baku lokal cenderung terlalu tebal, sehingga lebih mahal serta sulit memenuhi deep drawing quality.

Dengan peningkatan kapasitas produksi dan penambahan lini, beberapa industri telah meningkatkan utilisasi produksi menjadi 350 ribu pcs per bulan, dan total kapasitas nasional dari enam produsen diproyeksikan mencapai 15 juta pcs pada akhir tahun 2025. Saat ini, utilisasi masih berada di angka 50% dari kapasitas yang tersedia yakni 600 ribu pcs per bulan.

“Langkah subtitusi impor ini juga merupakan upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, termasuk di dalamnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi ketergantungan terhadap impor,” kata Setia.

Dari sisi bahan baku, setiap set food tray membutuhkan sekitar 0,7 kg stainless steel, menghasilkan produk jadi seberat 0,5 kg. Dengan target produksi 15 juta pcs, kebutuhan bahan baku mencapai sekitar 7.500 ton. Untuk mempercepat proses produksi, opsi impor barang setengah jadi dapat diterapkan. Para produsen lokal cukup melakukan proses akhir yaitu trimming, folding, dan finishing.

Dukungan regulasi juga terus diperkuat melalui penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 53 Tahun 2024 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk cookware dan flatware, yang berlaku efektif mulai 18 April 2025. Adapun SNI yang diberlakukan meliputi SNI 8752:2020 untuk peralatan masak logam dan SNI 8753:2020 untuk peralatan makan dari baja tahan karat. Namun, regulasi tersebut belum secara spesifik mencakup food tray, termasuk yang digunakan dalam program MBG. Oleh karena itu, produk impor wajib mengajukan Pertek pengecualian SNI.

Standar khusus untuk food tray MBG juga dinilai penting mengingat penggunanya meliputi anak di bawah llima tahun (Balita), ibu hamil, ibu menyusui, dan peserta didik dalam jumlah yang besar, sehingga aspek Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan (K3) perlu menjadi perhatian utama.

Selain food tray, industri nasional juga memiliki kapasitas untuk memproduksi berbagai kebutuhan lainnya dalam program MBG, seperti peralatan masak, kompor gas, wastafel, peralatan makan lainnya, dan material kaleng aluminium yang akan diproduksi menjadi peralatan minum.

“Kemenperin akan terus mendorong penggunaan produk dalam negeri dan memastikan ekosistem industri nasional mampu menjadi tulang punggung dalam pelaksanaan program strategis nasional, sekaligus meningkatkan daya saing produk-produk lokal,” kata Setia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Helvi Moraza juga menegaskan, program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan gizi masyarakat, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan, khususnya bagi UMKM.

"Dengan alokasi anggaran sebesar Rp171 triliun dan cakupan penerima manfaat sebanyak 82,9 juta orang, program ini membuka peluang besar bagi UMKM untuk berkembang," kata Helvi.

Helvi juga menjelaskan, saat ini terdapat 726 Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 38 provinsi, dengan lebih dari 1.500 UMKM telah bergabung sebagai pemasok bahan baku. 

"Seiring dengan target pengembangan 32.000 dapur SPPG pada tahun 2025, jumlah UMKM yang terlibat diproyeksikan akan terus bertambah," ujar Helvi.

Perputaran ekonomi dalam program ini juga sangat besar, dengan estimasi Rp30 juta per hari untuk satu dapur SPPG yang memproduksi 3.000 porsi makanan, atau sekitar Rp600 juta per bulan.

 

BERITA TERKAIT

Ini Dia Kinerja Pertamina tahun 2024 dan Strategi Operasi 2025

Ini Dia Kinerja Pertamina tahun 2024 dan Strategi Operasi 2025 Jakarta - Sepanjang 2024, Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina mencatat…

Industri Wastra Indonesia Makin Diminati Konsumen Lokal dan Internasional

Industri Wastra Indonesia Makin Diminati Konsumen Lokal dan Internasional Jakarta – Industri wastra Indonesia berpotensi untuk terus tumbuh dan semakin…

Industri Farmasi Terus Diperuat

Industri Farmasi Terus Diperuat Jakarta – Industri obat bahan alam (OBA) Indonesia masih mencatatkan kinerja yang baik di tengah gejolak…

BERITA LAINNYA DI Industri

Ini Dia Kinerja Pertamina tahun 2024 dan Strategi Operasi 2025

Ini Dia Kinerja Pertamina tahun 2024 dan Strategi Operasi 2025 Jakarta - Sepanjang 2024, Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina mencatat…

Industri Wastra Indonesia Makin Diminati Konsumen Lokal dan Internasional

Industri Wastra Indonesia Makin Diminati Konsumen Lokal dan Internasional Jakarta – Industri wastra Indonesia berpotensi untuk terus tumbuh dan semakin…

Industri Farmasi Terus Diperuat

Industri Farmasi Terus Diperuat Jakarta – Industri obat bahan alam (OBA) Indonesia masih mencatatkan kinerja yang baik di tengah gejolak…