NERACA
Jakarta - Anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta Francine Widjojo mempertanyakan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya untuk menaikkan tarif air minum.
"Rekomendasi KPK yang dijadikan justifikasi oleh PAM Jaya untuk menaikkan tarif air bersih diduga telah melampaui kewenangan lembaga anti-rasuah tersebut," kata Francine dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (9/2).
Francine menilai rekomendasi dari KPK bersifat ultra vires atau diduga melampaui kewenangan KPK.
Menurut dia, dalam diskusi atau talk show “Anggota P3RSI Teriak Tarif Air Bersih Rumah Susun/Apartemen Disamakan dengan Gedung Bertingkat Komersial?” Direktur Utama (Dirut) PAM Jaya Arief Nasrudin, menyebut kenaikan tarif air bersih tetap dilaksanakan menggunakan Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI Jakarta Nomor 730 Tahun 2024 tentang Tarif Air Minum PAM Jaya.
Salah satu alasan yang dikemukakan Arief, kata dia, adalah adanya rekomendasi dari KPK dalam surat bernomor B/341/KSP.00/70-73/01/2025 tanggal 16 Januari 2025.
Francine menduga rekomendasi KPK ini melampaui kewenangannya sebagai lembaga antikorupsi, sehingga keputusan ini beserta pertimbangan-pertimbangannya harus dipertanyakan.
Dia mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi KPK yang diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU 30/2002, bahwa KPK tidak memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi seperti yang ditunjukkan PAM Jaya dalam diskusi tersebut.
“Menurut Undang-undang yang berlaku, KPK memang berwenang untuk melakukan beberapa hal termasuk pencegahan, sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi. Akan tetapi, mereka tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi, apalagi untuk BUMD agar menaikkan pendapatan mereka melalui kenaikan tarif," kata legislator DKI dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu.
Francine mengingatkan, PAM Jaya adalah perusahaan umum daerah yang tujuan utamanya bukan mencari keuntungan, namun mengutamakan penyelenggaraan kemanfaatan umum yang bermutu bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat dengan menyediakan layanan air minum yang lebih efisien. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 8 PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
Francine juga mempertanyakan tingkat kebocoran atau non revenue water (NRW) PAM Jaya sejak tahun 2017, yaitu berkisar antara 42,62 persen hingga 46,67 persen.
"Alangkah baiknya jika kebocoran ini diperbaiki dulu daripada menaikkan tarif yang akan membebani masyarakat," kata dia.
Dia meminta Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk mengusut kejanggalan ini.
"Hal itu penting untuk menjamin kepastian hukum dan pembentukan regulasi sesuai dengan peraturan yang berlaku," ujarnya.
Dia menambahkan kejanggalan kenaikan tarif air minum PAM Jaya yang sebenarnya tidak pernah merugi sejak tahun 2017, bahkan perusahaan daerah itu baru saja membagikan dividen Rp62,36 miliar kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemilik saham tunggal.
Jika PAM Jaya membutuhkan investasi untuk mencapai target kerjanya 100 persen layanan air minum di tahun 2030, Francine menilai masih banyak opsi lain yang bisa dilakukan tanpa membebani warga Jakarta.
"Misalnya, dengan mengurangi tingkat kebocoran air atau non revenue water yang diwajibkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Pergub DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2022," tuturnya. Ant
NERACA Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menerapkan aturan yang lebih ketat untuk…
NERACA Jakarta - Wakil Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari mengajak para advokat yang tergabung dalam Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia…
NERACA Jakarta - Pemerhati kepolisian dan mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai revisi tata tertib DPR mengenai…
NERACA Jakarta - Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Meutya Hafid, mengungkapkan bahwa pemerintah akan menerapkan aturan yang lebih ketat untuk…
NERACA Jakarta - Wakil Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari mengajak para advokat yang tergabung dalam Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia…
NERACA Jakarta - Pemerhati kepolisian dan mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai revisi tata tertib DPR mengenai…