NERACA
Jakarta – Riset yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute menemukan Innovative Credit Scoring (ICS) efektif dalam meningkatkan kualitas dan inklusi kredit. “Penerapan ICS pada peer-to-peer (P2P) lending dan sebagian besar bank mampu meningkatkan kualitas dan inklusi kredit selama periode observasi yang kami teliti,” kata Purnabakti Peneliti Eksekutif Senior (Direktur) Spesialis Riset dan Widyaiswara OJK Institute Mulia RH Simatupang, sebagaimana dikutip, kemarin.
Observasi riset dilakukan pada Januari 2017 hingga Desember 2023, dengan total 6.924 observasi terhadap data perbankan dan 2.521 observasi terhadap data P2P lending. Selain dari data lembaga jasa keuangan (LJK), riset juga menggunakan data tambahan dari OJK, Bank Indonesia (BI), dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Hasil riset menunjukkan penerapan ICS berpengaruh negatif terhadap rasio kredit macet atau non-performing loan (NPL). Artinya, bank yang menerapkan ICS memiliki rasio NPL lebih rendah bila dibandingkan dengan bank yang tidak menggunakan ICS. Temuan ini mengonfirmasi bahwa ICS dapat memperbaiki kualitas kredit dengan menurunkan rasio NPL.
Selanjutnya, riset juga menemukan bahwa penerapan ICS di sebagian besar bank berdampak positif terhadap inklusi kredit. Temuan ini sejalan dengan hasil riset sebelumnya bahwa penggunaan ICS mampu mendorong perluasan akses kredit kepada masyarakat.
Sementara pada P2P lending, ICS berpengaruh negatif terhadap rasio wanprestasi (TWP 90). P2P lending yang menerapkan ICS memiliki rasio TWP 90 rata-rata 8,38 persen lebih rendah dibandingkan dengan P2P lending yang tida menerapkan ICS.
ICS juga berdampak positif terhadap inklusi pembiayaan dengan tingkat signifikansi 1 persen, di mana P2P lending yang menggunakan ICS memiliki tingkat inklusi kredit rata-rata 0,17 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan ICS.
Dengan demikian, riset menyimpulkan bahwa ICS membuka peluang baru bagi kelompok masyarakat underbanked dan unbanked untuk mendapatkan akses kredit. Riset merekomendasikan agar OJK sebagai regulator dapat konsisten memperbaiki dan menerapkan standar yang jelas terkait jenis data yang boleh digunakan dalam ICS.
Kemudian, mengatur mekanisme pengelolaan persetujuan konsumen secara etis dan bertanggung jawab. Data konsumen juga harus dipastikan digunakan dengan aman dan transparan untuk menghindari penyalahgunaan data tanpa mengurangi manfaat big data. Transparansi itu utamanya ditekankan untuk penyelenggara ICS, yaitu pemberi kredit alternatif (PKA) dan pengelola data lainnya, agar bisa membangun kepercayaan konsumen.
Peneliti Eksekutif Senior (Direktur) Spesialis Riset dan Widyaiswara OJK Institute Setiawan Budi Utomo menjelaskan keamanan data nasabah dalam sistem ICS akan terus dijaga agar tidak bocor dan disalahgunakan. Terlebih, OJK selaku regulator memiliki pengalaman dalam mengelola data besar seperti Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). “Maka, kami sangat yakin OJK mampu melakukan pengolahan database tersebut, sama baiknya dengan pengolahan database SLIK,” tutur Setiawan.
NERACA Jakarta – Bank Mega Syariah mencatatkan per Maret 2025, jumlah dana kelolaan tabungan haji tumbuh lebih dari 15…
NERACA Jakarta – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melalui Unit Usaha BTN Syariah dalam pemeringkatan UB Halal Metric…
NERACA Jakarta – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap Quick Response Code Indonesian Standard…
NERACA Jakarta – Bank Mega Syariah mencatatkan per Maret 2025, jumlah dana kelolaan tabungan haji tumbuh lebih dari 15…
NERACA Jakarta – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melalui Unit Usaha BTN Syariah dalam pemeringkatan UB Halal Metric…
NERACA Jakarta – Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai keluhan Amerika Serikat (AS) terhadap Quick Response Code Indonesian Standard…