Memaknai Asas Going Concern dalam Kepailitan

 

Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA., BKP, Akuntan Forensik

 

 

 

          Rentetan kasus kepailitan terus berlangsung, paling tidak sejak pandemi covid 19 hingga saat ini. Hal ini menggambarkan kondisi ekonomi kekinian yang sedang tidak baik-baik saja yang berimbas terhadap dunia bisnis dan ketenagakerjaan. Salah satunya yakni kasus kepailitan PT Sritex, Tbk yang cukup menarik perhatian publik dan pemerintah. Dinamika lingkungan ekonomi global yang tidak berkepastian memaksa Direksi beserta jajaran anggota Dewan Komisaris perusahaan harus melakukan langkah-langkah strategis untuk memitigasi risiko yang berujung kepada kepailitan.

Pailitnya suatu korporasi bukanlah kejadian yang tiba-tiba, melainkan suatu proses yang panjang, dimulai dari kesulitan operasional yang berimbas terhadap tekanan keuangan. Dalam amatan penulis, kepailitan tidak semata-mata disebabkan oleh lingkungan ekonomi, tetapi juga oleh mismanagement, bahkan karena rangkaian fraud yang terjadi sejak lama yang melibatkan Direksi. Bentuk fraudnya bermacam-macam, antara lain berupa penyalahgunaan atau penggelapan aset (misappropriation of assets) dimana sumber pembiayaan aset tersebut berasal dari utang (debt financing).

          Permasalahan keuangan mulai timbul dimana utang ditambah beban bunga berjalan terus meningkat, sedangkan aset tidak menghasilkan revenue dan cash flow yang memadai. Kejadian yang demikian umumnya terjadi pada perusahaan dimana sistem internal controlnya relatif lemah, meskipun standard operating procedure secara tertulis (formal) terlihat rapi. Seolah-olah mencerminkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), tetapi sesungguhnya amat buruk.

Salah satu asas yang tercantum dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) yakni asas kelangsungan usaha (going concern). Sesungguhnya asas going concern sudah umum dikalangan profesi akuntan. Dengan adanya kewajiban pelaporan keberlanjutan (sustainability report) pada perusahaan publik dan perbankan, istilah keberlanjutan menjadi trend.  

Sayangnya dalam amatan penulis dilapangan baru sebatas formalitas belaka. Hal ini tercermin dari diskusi penulis dengan beberapa petinggi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Paling tidak ada 2 point yang terekam dari berbagai diskusi informal tersebut, yakni :

a.  Belum adanya mekanisme implementasi dari konsep keberlanjutan dalam tataran operasional nyata, masih seperti semula, sebelum diwajibkan sustainability report tersebut.

b.  Dalam penyusunan sustainability report yang penulis amati perusahaan umumnya menggunakan tenaga konsultan.

Konsep going concern merupakan konsep lama, paling tidak sejak ilmu akuntansi lahir. Asumsi dasar dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah keberlangsungan usaha (going concern), disamping akrual (accrual basis).

Berbagai hambatan implementasi going concern dalam internal perusahaan antara lain adanya management fraud yang melanda perusahaan, baik dalam tataran global seperti kasus Enron, Jiwasraya di Indonesia dan lain-lain, baik Badan Usaha Milik Swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kenyataannya sustainability report dibuat dengan sangat bagus, sementara management fraud juga berjalan dengan canggih. Paradok yang demikian berlangsung dibanyak perusahaan yang berujung pada financial distress dan berakhir dengan proses kepailitan di Pengadilan Niaga. Hal demikian dipacu lagi dengan adanya ketidakpastian ekonomi dan geopolitik serta persaingan global yang semakin keras. Situasi yang demikian berakibat fatal bagi negara-negara yang high cost economy dan yang tidak berkepastian hukum.

Going concern suatu entitas dapat dinilai dari prospek bisnis entitas kedepan, yakni prospek pasar, cost structure produk dan kualitas produk, sehingga kekuatan daya saing dipasar, baik nasional maupun global dapat diukur. Dari sisi manajemen tidak seluruh aspek dapat dikendalikan (controllable). Aspek-aspek eksternal entitas merupakan uncontrollable factors, apalagi dalam lingkungan persaingan global saat ini dan kedepan.

Pemain-pemain bisnis kelas dunia dengan teknologi super canggih merajai dunia bisnis kekinian yang perlu diperhitungkan dengan cermat. Jika segmen pasar tidak memadai bagi produk suatu entintas dalam arti skala ekonomi tidak menguntungkan, yang berdampak negatif terhadap laba dan cash flow perusahaan, maka asumsi going concern makin diragukan (Altman Z Score berada pada posisi Financial Distress)

 Mitigasi Risiko Kepailitan

          Dunia bisnis penuh dengan tantangan dan risiko. Tidak ada bisnis tanpa risiko. Untuk itulah manajemen wajib melakukan langkah-langkah strategis dalam memitigasi risiko yang mungkin terjadi dan berujung pada kepailitan. Upaya tersebut secara umum antara lain :

  1. Manajemen utang yang pruden
  2. Manajemen aset yang efektif, kebijakan safety assets harus mendapat perhatian serius
  3. Manajemen kepatuhan terhadap hukum dan perundang-undangan
  4. Efisiensi disegala lini perusahaan

 

Kombinasi dari keempat hal tersebut akan berimbas pada manajemen likuiditas, profitabilitas dan leverage yang berkualitas. Jika 4 aspek tersebut terkelola dengan baik dan diikuti dengan berfungsinya perangkat tata kelola korporasi (those charged with governance), maka mitigasi risiko akan berjalan efektif. Dengan melakukan efisiensi disegala lini dan kaji ulang struktur aset yang ada, profitabilitas akan tertolong ditengah situasi dan kondisi yang sedang tidak baik-baik.

Disinilah Dewan Komisaris dan perangkat tata kelola perusahaan harus berperan signifikan dengan melakukan efisiensi termasuk mengawasi, dalam pengertian mengkaji ulang non value added cost. Disisi lain memperbaiki tekanan likuiditas terhadap utang yang relatif besar dengan melakukan restrukturisasi yang sarat dengan implementasi hukum. Keharusan melakukan pengawasan yang ketat, untuk mencegah moral hazard manajemen. Peran strategis komisaris independen dan komite audit sangat diperlukan, yang dalam kenyataannya tidak demikian.

Efektifitas Internal Control System yang intinya menjamin reliability of financial reporting, efficiency and effectiveness of operations, compliance with laws and regulations merupakan komitmen dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris yang tidak dapat ditawar, karena disitulah umumnya sumber penyakitnya.

Untuk mempercepat penyelamatan bisnis korporasi, sementara proses PKPU berlangsung, profitalisasi dan likuiditaslisasi dapat dilakukan, yang salah satunya menggunakan EBITDA (Earning Before Tax & Interest Depreciation and Amartization) Forencic Model. Itulah hakekat dari asas going concern sesungguhnya.

 Simpulan

Maraknya kepailitan yang tengah terjadi dalam situasi lingkungan ekonomi kekinian dan kecenderungan kedepan, maka Direksi harus mampu berfikir strategis dan diimbangi oleh Dewan Komisaris yang kritis dengan tingkat kompetensi yang tinggi. Langkah efesiensi disetiap lini manajemen perlu dilakukan agar dapat menyelamatkan likuiditas dan perbaikan profitabilitas.

Hal ini merupakan yang krusial mengingat sulitnya upaya peningkatan revenue dalam beberapa tahun kedepan. Antisipasi terhadap utang beserta bunga yang akan jatuh tempo, perlu diupayakan melakukan pendekatan renegosiasi dengan kreditur menggunakan skema hukum yang lebih kondusif dan efektif. Asas dari internal control system pada hakekatnya adalah effisiensi dan efektivitas serta kepatuhan terhadap hukum dan perundang-undangan, transparansi perlu dipahami agar going concern dapat diwujudkan secara nyata.

Di sisi lain pemahaman Hakim pada Pengadilan Niaga terkait going concern, mulai dari konsep, operasionalisasinya, pengukurannya perlu ditingkatkan yang notabene merupakan disiplin ilmu ekonomi, bisnis, akuntansi dan finance. Sehingga dalam memeriksa dan memutuskan perkara PKPU dan Kepailitan lebih berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan yang menjamin kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.      

BERITA TERKAIT

Realisasi Anggaran IKN: Beban Negara yang Kian Besar, Haruskah Berlanjut?

  Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Sejak pertama kali dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, pembangunan Ibu…

Kolaborasi Lintas Sektoral Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis

    Oleh : Cintya Medina, Pemerhati Kebijakan Publik   Pemerintah terus menggencarkan program makan bergizi gratis (MBG) sebagai upaya…

Komitmen Tingkatkan Kuantitas dan Kualitas Pembiayaan UMKM

  Oleh : Dirandra Falguni, Pengamat UMKM   Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung sektor Usaha Mikro, Kecil, dan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Realisasi Anggaran IKN: Beban Negara yang Kian Besar, Haruskah Berlanjut?

  Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Sejak pertama kali dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo, pembangunan Ibu…

Kolaborasi Lintas Sektoral Sukseskan Program Makan Bergizi Gratis

    Oleh : Cintya Medina, Pemerhati Kebijakan Publik   Pemerintah terus menggencarkan program makan bergizi gratis (MBG) sebagai upaya…

Komitmen Tingkatkan Kuantitas dan Kualitas Pembiayaan UMKM

  Oleh : Dirandra Falguni, Pengamat UMKM   Pemerintah terus menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung sektor Usaha Mikro, Kecil, dan…